IMAM Izzuddin bin Abdissalam di dalam kitabnya – مَقَاصِدُ الصَّوْمِ – menyebutkan bahwa salah satu fadhilah/keutamaan puasa adalah (dapat mengangkat derajat-derajat rang mukmin). Hal ini didasarkan pada riwayat-riwayat hadits Nabi Muhammad saw. sebagaimana berikut:
Hadis Pertama
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ ». رواه مسلم.
Dari Abu Hurairah r.a., bahwasannya Rasulullah saw. bersabda, “Jika Ramadan telah datang, maka pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu langit ditutup, dan setan-setan dibelenggu.” (H.R. Muslim)
Imam Izzuddin bin Abdissalam menjelaskan bahwa maksud terbukanya pintu-pintu surga adalah sebuah ungkapan atas banyaknya ketaatan-ketaatan (yang dilakukan di bulan Ramadan). Siangnya melakukan shiyam Ramadhan, malamnya menjalankan qiyam Ramadhan, sehingga menyebabkan wajibnya terbukanya pintu-pintu surga (bagi yang melakukannya).
Sementara itu, tertutupnya pintu-pintu neraka adalah ungkapan atas sedikitnya kemaksiatan-kemaksiatan (yang dilakukan di bulan Ramadan), baik maksiat lahir dan maksiat batin, sehingga menyebabkan wajibnya tertutupnya pintu-pintu neraka.
Dan maksud dari terbelenggunya setan-setan adalah ungkapan atas terputusnya waswas setan bagi orang-orang yang berpuasa, karena mereka tidak makan dan minum serta menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan.
Dengan demikian, bulan Ramadan memanglah ajang untuk pengangkatan derajat orang mukmin, di mana pada bulan ini mereka digembleng untuk terus berlomba-lomba berbuat kebaikan (fastabiqul khairat), menahan nafsu di siang hari dengan berpuasa dan menghidupkan malam hari dengan beribadah (shiyam dan qiyam Ramadhan).
Bulan Ramadan adalah bagaikan bulan “Sale” bulan yang penuh dengan bonus-bonus dan diskon-diskon dari Allah Swt. Di mana dalam bulan ini akan dilipatgandakan semua amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang mukmin (dhi’fun).
Oleh karena bulan Ramadan adalah bulan ajang berlomba-lomba melakukan kebaikan dengan pahala yang berlipatganda, maka di dalam hadis tersebut diibaratkan Nabi saw. dengan pintu-pintu surga pun terbuka luas, pintu-pintu neraka pun tertutup rapat, dan setan-setan pun terbelenggu tak dapat menggoda manusia yang sedang sibuk beribadah di siang dan malam harinya.
Hadis kedua
عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَالَ اللهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائمٌ، وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ. رواه البخاري.
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Allah Swt. telah berfirman, “Setiap perbuatan manusia itu miliknya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu untukku dan Aku lah yang akan membalasnya.” Puasa itu tameng (perisai). Dan jika berada di hari puasa salah satu dari kalian, maka janganlah berkata yang jelek dan janganlah bermusuhan. Maka, jika ada seseorang yang mencelanya atau hendak membunuhnya, maka hendaklah ia berkata, “Sungguh aku adalah orang yang sedang berpuasa.” Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di dalam kuasaNya, sungguh berubahnya mulut seorang yang berpuasa itu lebih wangi menurut Allah dari pada minyak misik. Bagi orang yang berpuasa itu ada dua hal yang dapat membuatnya bahagia, yakni jika ia berbuka maka ia bahagia, dan ketika ia bertemu dengan Tuhannya maka ia berbahagia dengan puasanya. (H.R. Al-Bukhari)
Imam Izzuddin bin Abdissalam menjelaskan bahwa hadis qudsi dalam riwayat di atas “Setiap perbuatan manusia itu miliknya kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu untukku dan Aku lah yang akan membalasnya.” Allah Swt. menyandarkan ibadah puasa kepada Nya. Penyandaran yang mulia ini disebabkan karena orang yang berpuasa itu dipastikan tidak akan ada riya’ di dalam dirinya karena samarnya ibadah puasa. Kata Imam Al Ghozali, ibadah puasa adalah amal batin (rahasia), berbeda dengan amal ibadah yang lain.
Artinya orang yang berpuasa itu tidak dapat menyombongkan dirinya dengan ibadahnya, berbeda dengan shalat, baca quran, infaq, zikir, dakwah, yang bisa terlihat nyata oleh orang lain saat kita melaksanakannya. Dan Allah swt. mau menjamin langsung hambaNya yang mau berpuasa disebabkan karena lapar dan hausnya untuk berpuasa itu benar-benar bukti seorang manusia mau mendekatkan diri kepada Allah Swt. dan tidak mungkin dua hal itu (lapar dan haus) adalah suatu bentuk untuk mendekatkan diri kepada raja-raja yang ada di bumi atau berhala-berhala.
Selain itu, Imam Izzuddin bin Abdissalam juga menjelaskan bahwa maksud firman Allah swt. “Aku yang akan membalasnya.” Meskipun semua ketaatan itu juga akan dibalas oleh Allah Swt., namun pembalasan (pemberian pahala) puasa itu yang sangat besar. Tidak ada batas ukurannya seperti sabar (QS. Az Zumar : 10)..
Adapun maksud dari puasa itu perisai adalah puasa itu penjaga dari azab Allah. Sedangkan sabda “Hendaklah kalian berkata, “Sungguh aku adalah orang yang berpuasa.” maksudnya adalah hal itu sebagai pengingat dirinya bahwa ia sedang berpuasa sehingga ia dapat menghindari dari tidak membalas orang yang mencelanya. Kesadaran berpuasa ini sangat penting. Kesadaran sebagai abdullah inilah yang paling mahal dalam kehidupan.
Sementara itu, maksud dari “Berubahnya bau mulut orang yang puasa lebih wangi menurut Allah (di hari Kiamat) dari pada wanginya minyak misik.” Menurut imam Izzuddin bin Abdissalam adalah “Dan pahala berubahnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik menurut Allah Swt. dari pada minyak misik.”
Sedangkan maksud dari dua kebahagiaan bagi orang yang berpuasa yang salah satunya ketika ia berbuka adalah disebabkan karena ia telah menyempurnakan ibadahnya, dengan menahan lapar dan haus, sehingga ia bahagia.Tidak suatu makanan yang paling lezat kecuali dalam keadaan lapar dan haus. Dan bahagia lainnya adalah ketika dapat bertemu dengan Allah Swt. sebab puasanya, maka hal ini adalah sebagai balasan Allah Swt. kepadanya.
Hadis ketiga
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى… (رواه مسلم)
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, “Setiap amal manusia itu kebaikannya akan dilipatkan sepuluh kali lipat semisalnya sampai tujuh ratus kelipatannya. Allah Swt. berfirman, “Kecuali puasa, karena sungguh ia adalah milikku dan Aku lah yang akan membalasnya, dia meninggalkan syahwatnya dan makanannya karenaKu.” …. (H.R. Muslim)
Imam Izzuddin bin Abdissalam menjelaskan bahwa maksud dari “dia meninggalkan syahwat (keinginan) dan makanannya karenaKu” adalah bahwa seseorang ketika lebih mengutamakan taat kepada Tuhannya maka ia akan mengalahkan menuruti nafsunya, meskipun dalam keadaan sangat kuat syahwat dan hawa nafsunya. Ia akan diberikan pahala oleh Allah Swt. dengan balasan khusus dariNya. Karena siapa yang mau lebih mengutamakan Allah, maka Allah pun akan lebih mengutamakannya. Jika menuruti orang yang hatinya melalaikan Allah akan berujung berantakan (wa kaana amruhu furuthan).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
وَٱصۡبِرۡ نَفۡسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ رَبَّهُم بِٱلۡغَدَٰوةِ وَٱلۡعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجۡهَهُۥ ۖ وَلَا تَعۡدُ عَيۡنَاكَ عَنۡهُمۡ تُرِيدُ زِينَةَ ٱلۡحَيَٰوةِ ٱلدُّنۡيَا ۖ وَلَا تُطِعۡ مَنۡ أَغۡفَلۡنَا قَلۡبَهُۥ عَن ذِكۡرِنَا وَٱتَّبَعَ هَوَىٰهُ وَكَانَ أَمۡرُهُۥ فُرُطًا
“Dan bersabarlah engkau (Muhammad) bersama orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas (berantakan).” (QS. Al-Kahf (18) : 28)..
Oleh sebab itu, siapa yang bermaksud hendak melakukan kemaksiatan, kemudian ia meninggalkannya karena takut kepada Allah Swt., maka sungguh Allah akan berfirman kepada para malaikat Hafadzah, “Tulislah untuknya kebaikan, karena sungguh ia telah meninggalkan syahwatnya karena Aku.”
Hadis keempat
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ فِى الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَدْخُلُ مَعَهُمْ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَدْخُلُونَ مِنْهُ فَإِذَا دَخَلَ آخِرُهُمْ أُغْلِقَ فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ ». (رواه مسلم)
Dari Sahl bin Sa’d r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh di dalam surga itu ada satu pintu yang dikatakan untuknya (disebut) “Ar-Rayyan”. Orang-orang yang berpuasa yang akan memasukinya di hari Kiamat. Tidak ada satu pun orang selain mereka yang akan memasukinya bersama mereka. Dikatakan, “Dimanakah orang-orang yang berpuasa?” Maka mereka pun memasukinya, ketika orang yang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintunya pun akan ditutup dan tidak ada seorang pun yang akan memasukinya.” (H.R. Muslim)
Imam Izzuddin bin Abdissalam menjelaskan bahwa dikhususkannya orang-orang yang berpuasa masuk surga dengan melalui pintu Rayyan adalah disebabkan karena mereka telah diistimewakan dengan pintu itu sebab istimewa dan mulianya ibadah yang telah mereka lakukan.
Hadis kelima
عَنْ سَهْلٍ أَنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ يُقَالُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الصَّائِمُونَ هَلْ لَكُمْ إِلَى الرَّيَّانِ مَنْ دَخَلَهُ لَمْ يَظْمَأْ أَبَدًا فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ عَلَيْهِمْ فَلَمْ يَدْخُلْ فِيهِ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ. رواه النسائي.
Dari Sahl, bahwasannya di dalam surga itu terdapat satu pintu yang disebut “Ar-Rayyan”. Dikatakan ketika hari Kiamat, “Di manakah orang-orang yang berpuasa itu? Apakah bagi kalian menuju ke pintu Ar-Rayyan? Siapa yang memasukinya maka ia tidak akan haus selama-lamanya. Maka (setelah) mereka memasukinya, maka (pintu itu) ditutup atas mereka, tidak ada salah satu orang pun selain mereka yang dapat memasukinya.” (H.R. An-Nasa’i).
Ar-Rayyan artinya “kesegaran”, disebabkan karena orang yang berpuasa itu telah sanggup menahan dirinya dari berbagai macam kesegaran, maka ia pun akan disediakan pintu khusus menuju surga yang disebut Ar-Rayyan, di mana ia tidak akan pernah haus dan selalu merasa segar selama di dalamnya.
Hadis keenam
عَنْ أُمِّ عُمَارَةَ بِنْتِ كَعْبٍ الْأَنْصَارِيَّةِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَخَلَ عَلَيْهَا فَقَدَّمَتْ إِلَيْهِ طَعَامًا فَقَالَ كُلِي فَقَالَتْ إِنِّي صَائِمَةٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الصَّائِمَ تُصَلِّي عَلَيْهِ الْمَلَائِكَةُ إِذَا أُكِلَ عِنْدَهُ حَتَّى يَفْرُغُوا وَرُبَّمَا قَالَ حَتَّى يَشْبَعُوا. رواه الترمذي
Dari Ummu Umarah binti ka’ab Al-Anshariyah, bahwasannya Nabi saw. mengunjunginya. Lalu ia menghidangkan makanan untuk beliau. Lalu beliau bersabda, “Makanlah (juga).” Ia pun berkata, “Sungguh aku sedang berpuasa.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya orang yang puasa itu akan dimintakan ampunan (dibacakan salawat) malaikat baginya jika dihidangkan (makanan) di sampingnya sampai mereka selesai – dan mungkin ia beliau bersabda sampai mereka kenyang.” (H.R. At-Tirmidzi)
Imam Izzuddin bin Abdissalam menjelaskan bahwa salawatnya malaikat untuk orang yang berpuasa yang disuguhi makanan di sampingnya adalah jika ia mampu meninggalkan makanan itu, padahal berada di hadapannya, ia mampu menahan nafsunya. Maka, malaikat wajib membaca salawat kepadanya. Maksud salawatnya malaikat adalah ungkapan untuk doa mereka agar diberi rahmat dan ampunan kepada orang yang berpuasa itu.
Demikianlah penjelasan hadis-hadis yang menerangkan tentang fadilah puasa, yakni orang yang berpuasa itu akan diangkat derajatnya oleh Allah Swt. baik ketika masih di dunia maupun akhirat.
Tujuan Allah memberikan Ramadhan & beragam fasilitasnya agar kita kembali membangun komitmen ketauhidan kita kepada Allah. Sehingga segala aktifitas kita tidak didorong oleh hawa nafsu tetapi dimotivasi oleh iman dan takwa sebagai hasil didikan Ramadhan.
Kita tidak ingin berpuasa seperti puasanya ular. Setelah berpuasa tidak ada perubahan kecuali ganti kulit (mrungsungi, Bhs Jawa). Tetapi karakter buas, mencari obyek yang dimangsa, tidak berubah. Kita ingin puasa kita seperti ulat. Setelah berkepompong selama 40 hari bermetamorfose menjadi kupu-kupu yang berterbangan di angkasa. Sudah berganti kulit yang membuat gatal lingkungan sosialnya. Sesungguhnya yang sering membuat gatal orang lain lewat mulut dan sikapnya adalah ulat berdasi dan berjilbab. Sebelumnya ulat suka merampas berubah mentalnya menjadi memberi.
يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمۡ وَيَهۡدِيَكُمۡ سُنَنَ ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ وَيَتُوبَ عَلَيۡكُمۡ ۗ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٞ
“Allah hendak menerangkan (syariat-Nya) kepadamu, dan menunjukkan jalan-jalan (kehidupan) orang yang sebelum kamu (para nabi dan orang-orang saleh) dan Dia menerima tobatmu. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.”(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 26)
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَٱللَّهُ يُرِيدُ أَن يَتُوبَ عَلَيۡكُمۡ وَيُرِيدُ ٱلَّذِينَ يَتَّبِعُونَ ٱلشَّهَوَٰتِ أَن تَمِيلُواْ مَيۡلًا عَظِيمًا
“Dan Allah hendak menerima tobatmu, sedang orang-orang yang mengikuti keinginannya menghendaki agar kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 27)..
Tanda Amal-Ibadah Diterima Allah Menurut Ibnu Athaillah
Dengan berpuasa yang berkualitas, kita bisa menikmati lebaran. Lebaran bagaikan oase/telaga jernih di padang sahara yang kita harapkan membasahi kerongkongan kita yang kering efek perjalanan sebelas bulan yang lalu. Sehingga setelah rehat sejenak lahir komitmen dan kesadaran yang terbarukan.
ليس العيد من يلبس الجديد انما العيد اذا كانت طاعته تزيد وعن المعصية بعيد
Bukanlah orang yang berlebaran itu yang berpakaian baru, hanyalah orang yang berhari raya itu apabila ketaatannya mengalami grafik kenaikan/peningkatan dan dari ketidaktaatan semakin menjauh.
Sehingga spirit dan kultur Ramadhan akan berlanjut pada bulan berikutnya. Itulah diantara indikator diterimanya amal shalih seseorang.
Penerimaan atau penolakan sebuah amal-ibadah memang sulit diukur. Manusia–siapapun dia–tidak boleh menjatuhkan putusan atas penerimaan atau penolakan amal seseorang atau dirinya sendiri. Tetapi kita hanya dapat melihat tanda-tanda penerimaan Allah atas amal kita.
Syekh Ibnu Athaillah RA menyebut tanda-tanda penerimaan Allah SWT dalam hikmah berikut ini.
مَن وجَد ثمْرة عمَلِه عاجِلاً فهُو دَليل على وُجود القبُول
“Siapa yang memetik buah dari amalnya seketika di dunia, maka itu menunjukkan Allah menerima amalnya”
Syekh Ahmad Zarruq menjelaskan bahwa buah dari amal itu berbentuk kemaslahatan keagamaan dan kemaslahatan duniawi. Ia menyebut secara kongkret bahwa buah dari amal itu adalah
Pertama, kebahagiaan hidup yang diukur dengan perasaan bebas dari kekhawatiran dan kesedihan.
قلتُ ثمْرة العمل ما ينْشأ عنه مِن الفوائد الدينيَّة والدنياوية. وذلك يدُور على ثلاثة : حُصول البِشارة بزوال الخوف والحزن
“Menurut saya, buah amal itu adalah faidah keagamaan dan keduniaan apapun yang muncul dari amal tersebut. Buah dari amal itu hanya terdiri atas tiga bentuk: pertama, munculnya kebahagiaan karena sirnanya kekhawatiran dan kesedihan,” (Lihat Syekh Ahmad Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 80).
Syekh Zarruq mengutip Surat Yunus ayat 62-64.
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (62) الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ الْبُشْرَى فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ
“Ketahuilah, para wali Allah tidak dihinggapi kekhawatiran dan kesedihan. Mereka yang beriman dan mereka itu bertakwa akan menerima kebahagiaan dalam kehidupan dunia dan akhirat…” (QS. Yunus : 62-64).
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَلَا تَعۡلَمُ نَفۡسٞ مَّآ أُخۡفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ أَعۡيُنٍ جَزَآءَۢ بِمَا كَانُواْ يَعۡمَلُونَ
“Maka tidak seorang pun mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyenangkan hati sebagai balasan terhadap apa yang mereka kerjakan.”. (QS. As-Sajdah 32:17)
Kedua, ketenangan hidup yang ditandai dengan keridhaan batin dan sifat qana‘ah atas segala pemberian Allah.
والحَياة الطيِّبة بالرِّضا والقنَاعَة
Artinya, “kehidupan yang baik karena hati penuh ridha dan qana‘ah.” Syekh Zarruq mengutip Surat An-Nahl ayat 97.
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً
“Siapa saja beramal saleh laki-laki maupun perempuan sedangkan mereka itu orang beriman, maka kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik,” (QS. An-Nahl : 97).
Ketiga, keterbukaan rahasia atas penguasaan alam semesta.
وظهورُ سر الخلافة بتسخير الكائنات وانفعالها ظاهرا وباطنا
“Penampakan rahasia kuasa atas penundukan dan pengaruh terhadap alam semesta lahir dan batin.” Syekh Zarruq mengutip Surat An-Nur ayat 55.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا
“Allah menjanjikan orang-orang beriman di antara kalian dan mereka yang beramal saleh sebuah kekuasaan di bumi sebagaimana Ia menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan Ia teguhkan agama mereka yang Ia ridhai’, serta Ia mengganti ketakutan mereka dengan rasa aman…,” (QS. An-Nur : 55).
Dengan kata lain, seseorang memegang kunci untuk mendapat sesuatu yang diinginkannya di dunia. Tetapi selain dari itu semua, kenikmatan dalam menjalankan ibadah itu sendiri sudah merupakan buah dari amal.
وفى الحديث الصحيح قول ذلك الصحابي : فمنا من أينعت له ثمرته فهو يهديها، ومنا من مات لم يستوف من أجره شيئا منهم مصعب بن عمير رضى الله عنهم أجمعين. ومن طيب الحياة حلاوة الطاعة، فمن ثم يصح كونها ثمرة لا من حيث ذاتها فتدبر ذلك، وبالله التوفيق.
“Dalam hadits shahih seorang sahabat Rasul berkata, ‘Sebagian kami ada yang memiliki ‘buah’ matang, lalu Allah menghadiahkan untuknya. Tetapi sebagian kami ada yang wafat dan belum sempat mencicipi buah dari amalnya, salah satu dari mereka adalah Mush‘ab bin Umair RA.’ Salah satu bentuk ketenangan hidup adalah merasakan kelezatan aktivitas ibadah. Dari sini kemudian dapat dipahami bahwa kelezatan aktivitas ibadah itu sendiri bisa disebut sebagai bentuk dari buah amal, bukan sekadar aktivitasnya itu sendiri,” (Lihat Syekh Ahmad Zarruq, Syarhul Hikam, As-Syirkatul Qaumiyyah, 2010 M/1431 H, halaman 80-81).
Wallahu a’lam bish shawab.
Ust. H. Sholih Hasyim
Sumber www.hidayatullah.or.id