UMUMNYA orang memahami pemenang itu yang habis menjuarai kompetisi, apapun itu. Namun, apakah pemenang sejati juga seperti anggapan kebanyakan manusia?
Menarik kita kembali menyimak uraian-uraian para pemikir dan aktivis gerakan Islam.
Satu di antaranya ada Ustadz Abdullah Said. Pendiri Hidayatullah itu pernah menerangkan bahwa orang menang itu yang memang masuk kategori Al Qur’an.
Secara garis besar ada hal prinsip yang sama, ada perjuangan, ada upaya kuat dan kesungguhan untuk menang menghadapi lawan. Al Qur’an juga menekankan hal itu.
Orang yang punya iman harus menang dalam perlombaan meraih tujuan. Tidak bisa orang mengaku menang sedangkan ia tidak pernah terjun ke arena “pertarungan.” Mengapa demikian?
Penjelasan Ustadz Abdullah Said
“Mari kita buka Al Qur’an mana sebenarnya yang dimaksudkan Tuhan dengan “ulaika hum al-muflihun” (mereka orang yang menang, beruntung).
Rupanya bukan karena larisnya kita dimana-mana yang menjadi ukuran. Bukan karena diterimanya kita disana-sini yang menjadi standar. Bukan banyaknya materi yang berhasil diraih yang jadi patokan.
Sebab justru disana setan yang menjadi musuh bebuyutan kita bercokol, menghadang kita. Disana nanti kita dihancurkan, disana bisa jadi jihad kita dijinakkan. Disana perlawanan kita dilumpuhkan.
Perlu disadari bahwa musuh kita yang paling dekat pada diri kita adalah setan yang senantiasa menggiring kita menjadi kikir, angkuh, pongah, takabur.
Setanlah yang selalu menggiring kita untuk melakukan maksiat, baik yang kecil maupun yang besar. Dialah yang tidak berhenti menggoda kita agar malas shalat lail, shalat Subuh, puasa sunnah, dan lainnya, ibadah yang diperintahkan oleh Allah Swt.
Kalau di dalam menghadapi setan ini kita selalu kalah dengan kekalahan yang terkadang tanpa melalui pertarungan sengit sebelumnya. Apa alasan kita untuk mengatakan diri kita menang?”
Demikianlah ungkapan Ustadz Abdullah Said Rahimahullah kala menyampaikan materi Pengajian Malam Jumat di Karang Bugis Balikpapan, 26 Agustus 1982.
Perjuangan
Jadi, menang itu buah dari perjuangan, menaklukkan musuh. Musuh paling nyata manusia adalah setan. Namun, musuh paling besar adalah hawa nafsu sendiri.
Mengapa Fir’aun merasa dirinya raja bahkan tuhan, tidak lain karena akalnya telah tunduk pada hawa nafsu.
Mengapa Tsa’labah yang kaya berkat doa Nabi SAW enggan membayar zakat?
Karena ia memandang harta lebih besar dari akalnya, bahkan lebih utama dari Nabi Muhammad SAW.
Nah, kisah-kisah manusia yang seperti itu harus menjadi pelajaran penting bagi setiap jiwa, bahwa untuk jadi pemenang kita butuh terhadap perjuangan dan tentu saja pengorbanan.
Lebih mencintai Allah daripada siapapun. Apalagi sekadar harta, pangkat dan kedudukan. Sebab semua itu tidak hakiki. Semua bisa hilang kapan saja dan bisa menimpa siapa saja.
Pendek kata, orang yang menang adalah yang mampu mengendalikan hawa nafsu dirinya. Kemudian ia secara sadar dan sungguh-sungguh memilih Al Qur’an sebagai panduan dalam hidupnya.*
*) Mas Imam Nawawi, penulis bergiat di lembaga kajian Progressive Studies and Empowerment Center (Prospect) prospect.or.id | Ketua Umum PP Pemuda Hidayatullah 2020-2023.