Muhammadiyah Laporkan Pelaku Perusakan Plang Persyarikatan di Banyuwangi ke Polda Jatim dan Presiden

Iklan Semua Halaman

Muhammadiyah Laporkan Pelaku Perusakan Plang Persyarikatan di Banyuwangi ke Polda Jatim dan Presiden

Mahmud Thorif
Senin, 07 Maret 2022


Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur membawa kasus perusakan papan nama amal usaha di Dusun Krajan, Desa Tampo, Kec. Cluring, Kab. Banyuwangi ke jalur hukum, baik pidana maupun perdata. Selain membawa ke jalur hokum, PWM Jawa Timur juga meminta perlindungan kepada Presiden RI.

“Pengerusakan papan nama Muhammadiyah telah mengakibatkan keresahan dan kegaduhan di tengah masyarakat dan warga Muhammadiyah,” ujar Ketua Tim Advokat PWM Jatim, Masbuhin, dalam pernyataan sikap Tim Advokat dan Penasihat Hukum  dari Lembaga Hukum dan HAM  PWM Jatim di Gedung Dakwah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim, Jl. Kertomenanggal, Surabaya, Senin (7/3/2022).

Masbuhin, mengatakan, ada empat langkah hukum yang ditempuh. Pertama, malaporkan secara pidana ke Ditreskrimum Polda Jatim orang-orang yang telah melakukan perusakan, orang yang menyuruh melakukan perusakan, dan orang yang turut serta melakukan perusakan sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP junto Pasal 170 KUHP.

Kedua, Muhammadiyah juga menggugat secara perdata di hadapan Kepaniteraan Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi semua orang dan pihak terkait atas perbuatan melanggar hukum, yang mereka lakukan dan menimbulkan kerugian bagi Muhammadiyah sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 1365 KUH Perdata.

Ketiga, secara administrasi pihaknya  juga akan mengajukan permohonan perlindungan hukum secara resmi kepada Presiden RI,  Menkopolhukam RI, dan Kapolri di Jakarta. Menurut Masbuhin, harapannya, agar peristiwa perusakan, kekerasan dan teror itu tidak terjadi secara berulang-ulang dalam amal usaha kegiatan dakwah Muhammadiyah di seluruh Indonesia, terutama di wilayah hukum Banyuwangi.

Ia melanjutkan, langkah yang keempat adalah meminta kepada para pihak terkait yang telah melakukan perusakan dan merobohkan papan nama milik Muhammadiyah tersebut untuk segera memasang dan mengembalikan lagi seperti keadaan semula. Tenggat waktu yang diberikan hanya dalam tempo 1×24 jam.

“Sejak didirikan masjid dan lembaga pendidikan Muhammadiyah tidak ada masalah dengan masyarakat sekitar. Bahkan diterima baik oleh masyarakat sekitar. Tapi kejadian perusakan ini terlah mencoreng dan melanggar hukum. Perusakan papan nama Muhammadiyah ini segaja, dan diduga telah dibiarkan oleh pihak-pihak terkait,” ungkapnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, sejumlah warga telah melakukan perusakan dan pencopotan dengan cara menggergaji papan nama atau plang amal usaha Muhammadiyah di Desa Tampo, Kec. Cluring, Kab. Banyuwangi, Jatim, Jumat (25/2/2022) sore. Pencopotan plang tersebut terjadi dengan dalih untuk kondusivitas warga.

Aksi sejumlah warga ini disaksikan dan di-support oleh Kepala Desa Tampo, Camat Cluring, dan Babinsa Tampo. Mereka menyaksikan langsung eksekusi yang dilakukan oleh sejumlah warga dengan alasan melaksanakan kesepakatan di Forum Pimpinan Kecamatan (Forpimka).

Sejarah Kepemilikian Amal Usaha

Dalam pernyataanya Masbuhin juga memamaparkan asal-muasal kepemilikan atas aset masjid dan lembaga pendidikan Muhammadiyah di Cluring tersebut. Amal usaha Muhammadiyah itu awalnya berdiri berbagai bangunan kegiatan dakwah, seperti masjid dan Lembaga Pendidikan PAUD di atas tanah wakaf yang dimiliki dan dikelola oleh Muhammadiyah itu sejak tahun 1970 lalu.

Sebelum tahun 1946 KH Yasin (wakif) telah mewakafkan tanahnya yang terletak di Dusun Telogosaru (sekarang beralih nama menjadi Dusun Krajan) DesaTampo, seluas 2.500 M2 kepada menantunya, bernama H. Bakri (nadzir) atau penerima wakaf yang merupakan tokoh Muhammadiyah. “H Bakri (nadzir) kemudian mendirikan masjid sederhana di atas tanah wakaf tersebut yang kemudian hari masyarakat sekitar mengenalnya sebagai masjid Mbah Kyai Bakri atau Masjid Muhammadiyah,” urainya.

Pada tahun 1970-an, H Bakri dan beberapa kader Muhammadiyah mendirikan Sekolah Dasar, yang dikenal dengan nama SD Muhammadiyah 4 Tampo. Akan tetapi, kemudian pada pertengahan tahun 1980, SD tersebut tidak aktif, lalu pengelolaannya dipindahkan ke Kecamatan Cluring.

Pada tahun 1980-1990, gedung bekas SD tersebut dimanfaatkan untuk Pendidikan Guru Agama (PGA). Tetapi, sekitar delapan tahun kemudian ditutup karena alasan kebijakan pemerintah saat itu. “Sejak didirikan masjid dan lembaga pendidikan di atas tanah wakaf milik Muhammadiyah, tidak pernah terjadi masalah dengan masyarakat sekitar. Bahkan masyarakat banyak yang memanfaatkannya untuk tempat ibadah dan kegiatan pendidikan mereka,” tambahnya.

Kemudian pada tahun1992, H Bakri menyerahkan secara penuh pengelolaan tanah wakaf tersebut kepada Ir Ahmad Djamil (menantu H Bakri) sebagai nadzir pengganti, sekaligus Pimpinan Ranting Muhammadiyah dalam kedudukan nadzir sebagai Ketua PRM. Dokumen penyerahan dapat dibuktikan melalui surat kuasa dalam lembaran bersegel tertanggal 12 Maret 1992/7 Ramadhan 1412 H, yang isinya untuk memberikan kuasa penuh dalam mengelola dan menyelamatkan tanah wakaf.

“Atas dasar itulah, maka diterbitkan Akta Ikrar Wakaf Pengganti yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Cluring tertanggal 15 Juli 1992. Dalam poin III Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf disebutkan diurus oleh Ir Ahmad Jamil dalam jabatannya dan atau kedudukan badan hukum yang diwakilinya yaitu sebagai Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah,” ungkapnya.

Dari fakta dan bukti hukum tersebut, maka menjadi jelas dan terang-benderang, tanah wakaf peruntukkan dan pengelolaannya berada pada tangan Muhammadiyah. Demikian pula menjadi sah menurut hukum apabila Muhammadiyah memasang papan namanya di atas tanah wakaf yang dimiliki dan dikelolanya sebagai identitas kepemilikan, pengelolaan dan simbol kehormatan Muhammadiyah.

Akan tetapi, Masbuhin menyangkan, keharmonisan dan kondusivitas yang telah terjaga, serta terpelihara bertahun-tahun tersebut, terciderai dengan peristiwa perusakan pada Jumat, 25 Februari 2022. Papan nama yang telah berdiri bertahun-tahun di atas tanah wakaf pengelolaan Muhammadiyah tersebut dengan sengaja dirusak dengan cara digergaji dan dirobohkan oleh orang-orang bernama RH, LS, OPG, IM, S, S alias S, NS, HA, SWO, STR alias NP.

Perbuatan melanggar hukum ini tanpa dikuatka atau perintah resmi dari institusi pengadilan atau penegak hukum lainnya, serta tanpa alasan dan dasar hukum yang sah. Akibatnya, perbuatan itu menimbulkan kegaduhan dan kegelisahan di tengah-tengah masyarakat luas.

“Berdasarkan alasan, fakta dan dasar hukum sebagaimana tersebut di atas, maka kami Team Advokat dan Penasihat Hukum Pimpinan Wilayah Muhammadiyah akan mengambil empat tindakan hukum,” ujarnya.

Sebelum memutuskan menempuh jalur hukum, PWM Jatim telah berkonsultasi kepada Kapolda Jatim, Gubernur Jatim, juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jatim.*

Rep: Ahmad
Editor: Bambang S
Sumber : www.hidayatullah.com