Sebut Pendeta Saifuddin Ibrahim Bikin Gaduh, Mahfud MD Minta Polisi Segera Usut

Iklan Semua Halaman

Sebut Pendeta Saifuddin Ibrahim Bikin Gaduh, Mahfud MD Minta Polisi Segera Usut

Mahmud Thorif
Rabu, 16 Maret 2022

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menyebut Pendeta Saifuddin Ibrahim yang meminta Kementerian Agama (Kemenag) menghapus 300 ayat Al-Qur’an telah membuat kegaduhan antarumat. Mahfud meminta kepolisian segera mengusut kasus tersebut.

Pernyataan Mahfud MD tersebut ditayangkan lewat YouTube Kemenko Polhukam dalam video yang berjudul ‘Tanggapan Menko Polhukam Terkait Pendeta Saifuddin Ibrahim’ yang diunggah pada Rabu (16/3/2022) sore.

“Waduh itu bikin gaduh itu, oleh sebab itu saya, itu bikin banyak orang marah. Oleh sebab itu, saya minta kepolisian segera menyelidiki itu dan kalau bisa ditutup akunnya karena kabarnya belum ditutup sampai sekarang,” kata Mahfud, sebagaimana dikutip oleh Hidayatullah.com, Kamis (16/3/2022).

Mahfud menyebut apa yang disampaikan pendeta Saifuddin tersebut meresahkan. “Jadi itu meresahkan dan provokasi untuk mengadu domba antarumat,” jelasnya.

Mahfud juga menyebutkan Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama telah diperbarui menjadi UU no 5 tahun 1969. Dia mengatakan UU tersebut bisa dijadikan sebagai dasar untuk memproses Saifuddin lantaran dalam ajaran pokok Islam, ayat Al-Qur’an sebanyak 6.666, tidak boleh ada yang dikurangi.

“Saya ingatkan UU no 5/1969 yang diperbarui dari UU PNPS no 1/1965 yang dibuat Bung Karno tentang penodaan agama itu mengancam hukuman tidak main-main, lebih dari 5 tahun hukumannya yaitu barang siapa yang membuat penafsiran atau memprovokasi dengan penafsiran suatu agama yang keluar dari penafsiran pokoknya. Ajaran pokok itu dalam Islam itu Al-Qur’an itu ayatnya 6.666 tidak boleh dikurangi berapa yang disuruh cabut 3.000 atau 300 itu,” ujarnya.

Mahfud menegaskan meminta atau menyerukan mengurangi ayat Al-Qur’an sama dengan melakukan penistaan terhadap Islam. Mahfud menyebut berbeda pendapat tak jadi masalah, asalkan pendapat yang dilontarkan tidak menimbulkan kegaduhan.

“300 misalnya itu berarti penistaan terhadap Islam. Apalagi mengatakan konon bahwa Nabi Muhammad itu bermimpi bertemu Allah dan sebagainya itu menyimpang dari ajaran pokok,” ucapnya.

“Kita boleh beda pendapat, tetapi jangan menimbulkan kegaduhan. Itu lah sebabnya dulu, karena dulu banyak orang begitu Bung Karno membuat PPNS No 1/65 yang mengancam siapa yang menodai agama jangan dihajar oleh masyarakat tetapi dibawa ke pengadilan. Ini kan masyarakat sekarang sudah mulai berfikir ini orang siapa ini, jangan, itu bawa ke pengadilan,” lanjutnya.

Lebih lanjut, Mahfud mengatakan isi dalam UU no 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama sudah benar hanya perlu pembaruan kalimat. Hingga saat ini UU tersebut, kata Mahfud, masih berlaku.

“Ketika saya jadi hakim MK 2010, itu saya nyatakan ketika diuji di MK UU ini isinya benar, cuma kalimat-kalimatnya supaya diperbaharui oleh DPR. Sampai sekarang belum diperbaharui, artinya itu masih tetap berlaku. Mari kita jaga kerukunan umat beragama kita. Kita tidak akan melarang orang berbicara tetapi jangan memprovokasi hal-hal yang sensitif,” imbuhnya.

Sebelumnya, Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses, pendeta yang pernah ditangkap pada 2017 karena kasus ujaran kebencian, kembali menimbulkan kontroversi. Dia dinilai, kembali menghina Islam karena menyebut ada 300 ayat Alquran yang perlu dihapus karena memicu tindakan intoleran dalam video terbaru miliknya.

Dalam video berjudul “Pendeta Ini Usulkan Menteri Agama Hapus 300 Ayat Al-Qur’an: Teroris itu Datang dari Pesantren”, Abraham Ben Moses meminta Kementrian Agama (Kemenag) agar merevisi kurikulum madrasah dan pesantren karena melahirkan orang radikal. Menurutnya, semua teroris datang dari lembaga pendidikan pesantren.

“Saya gurunya dan saya mengerti. Bahkan, kalau perlu pak, 300 ayat (al-Quran) yang menjadi pemicu hidup intoleran, pemicu hidup radikal dan membenci orang lain karena beda agama itu diskip atau direvisi atau dihapuskan dalam Al-Quran Indonesia. Ini sangat berbahaya sekali,” katanya.*

Rep: Admin Hidcom
Editor: Bambang S
Sumber : www.hidayatullah.com