Mengapa Tidur Disebut Tanda Kebesaran Allah?

Iklan Semua Halaman

Mengapa Tidur Disebut Tanda Kebesaran Allah?

Thorif
Selasa, 15 Juli 2025



Oleh 
Ust. M. Alimin Mukhtar

KETIKA
 membaca surah Ar-Rum ayat 23, “Dan diantara ayat-ayat-Nya adalah tidur kalian pada waktu malam dan siang”, tiba-tiba terpikir kenapa tidur disebut sebagai salah satu ayat Allah?

Apa sih istimewanya tidur? Bukankah kita semua biasa tidur setiap hari, dan sepertinya tidak ada yang penting untuk dipikirkan?

Kami putuskan untuk mencari tahu. Kami mulai dengan literatur Barat, Encyclopaedia Britannica (2009 Ultimater Reference Suite, CD-ROM). Sekedar ingin tahu apa kata mereka. Banyak hal telah mereka selidiki dengan seksama, dan mungkin tidur (sleep) termasuk di dalamnya.

Tapi, kami tertegun-tegun membaca ulasan para ahli psikologi Barat yang dirangkum oleh David Foulkes (Georgia Mental Health Institute, Atlanta) dan Rosalind D. Cartwright (Rush-Presbyterian St. Luke’s Medical Center, Chicago).

Ternyata, sampai sekarang belum ada satu kata sepakat di antara para ahli tentang apa dan bagaimana tidur itu sesungguhnya.

Dalam entri “sleep”, mereka menulis, “Tidak ada kriteria tunggal dan bisa diterima secara sempurna tentang tidur. Tidur didefinisikan melalui observasi-konvergen yang memenuhi sejumlah kriteria gerak, saraf, dan fisiologis berbeda.

Terkadang, satu atau lebih dari kriteria ini bisa absen selama tidur atau hadir ketika terjaga, bahkan dalam sejumlah kasus para pengamat selalu mendapati kesulitan kecil untuk memilah kedua kondisi tersebut.”

Dengan kata lain, tidur dimengerti sebagai pengalaman umum yang gejala-gejalanya diketahui semua orang. Namun, tidur bukan sesuatu yang mudah dijelaskan, tidak juga bisa disederhanakan dalam rumusan ringkas.

Ada gejala tidur yang bisa didapati ketika seseorang terjaga, begitu pula sebaliknya ada gejala terjaga yang didapati ketika tidur. Banyak misteri yang tidak bisa dijelaskan oleh psikologi.

Kecewa dengan itu, kami baru menyadari mengapa psikologi gagal menyingkapnya, ketika menemui fakta bahwa psikologi adalah ilmu yang aneh. Ia membahas jiwa (psyche), namun di saat bersamaan ia menolak mempercayai metafisika atau hal-hal gaib.

Padahal, hakikat jiwa itu gaib dan tidur adalah fenomena jiwa. Itulah alasan mengapa orang-orang yang mengalami gangguan kejiwaan selalu mengalami gangguan atau masalah pada tidurnya, entah yang biasa seperti stres maupun yang parah seperti depresi dan gila.

Meski demikian, ternyata para ulama muslim sendiri tidak bisa menjelaskan apa itu ‘tidur’. Mereka hanya mengulas keajaiban-keajaibannya, seperti memulihkan keletihan, menyembuhkan sakit, merehatkan hati, juga menginteraksikan kita selangkah lebih dekat dengan alam ruh dan malaikat.

Ternyata tidur benar-benar tidak terpahami dengan gampang, padahal kita semua terbiasa mengalaminya. Maha Benar Allah bahwa tidur adalah salah satu ayat-Nya. Dan, tidak pernah ada yang remeh di dalamnya (lihat: Tafsir Ibn Katsir, VI/309-310, penjelasan QS. Ar-Rum: 22-23).

Para ulama muslim memandang tidur sebagai cara Allah menyadarkan kita tentang realitas jiwa atau ruh, yang tidak mudah dijelaskan itu.

Bagaimana pun, ruh adalah rahasia Allah. Sangat sedikit yang dibagikan-Nya untuk kita. Tidur adalah jalan untuk mendekatkan pemahaman kita terhadap kepastian kebangkitan kembali setelah mati, juga pertanggungjawaban amal di akhirat kelak.

Allah berfirman: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS. Al-Isra’: 85).

Dalam surah lain, Allah berfirman:

“Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan.” (QS. Al-An’am: 60).

Juga firman-Nya yang lain:

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir.” (QS. Az-Zumar: 42).

Kami kemudian mendapati anekdot dalam Tarikh Islam (V/286, tahqiq: Basysyar) karya Al-Hafizh adz-Dzahabi, pada biografi teolog Mu’tazilah termasyhur, Abu Ma’n Tsumamah bin Asyras an-Numairi al-Bashri.

Suatu ketika, ia keluar dari Bashrah hendak menemui khalifah al-Ma’mun di Baghdad. Di perjalanan ia melihat seorang gila yang diikat.

Setelah dekat, si gila itu mendahului bertanya, “Siapa namamu?” “Tsumamah,” jawabnya. “Si teolog itu?” tanyanya lagi. “Ya.”

Terjadilah dialog diantara mereka, sampai akhirnya si gila itu bertanya, “Beritahu aku, kapan seseorang merasakan lezatnya tidur?”

Mungkin karena tidak segera dijawab, si gila itu menjawabnya sendiri, “Jika kaukatakan ‘sebelum ia tidur’ maka kamu keliru sebab ia masih terjaga. Jika kaukatakan ‘ketika tidur’ maka kamu salah total sebab ia tidak sadar. Jika kaukatakan ‘setelah tidur’ maka ia telah keluar darinya dan sesuatu yang sudah tidak ada itu tidak bisa lagi dia rasakan.”

Tsumamah hanya diam terpana, tidak tahu harus bicara apa.

Sungguh benar jika tidur adalah salah satu ayat-Nya, petunjuk menuju pengakuan akan keberadaan dan kuasa-Nya.

Sayangnya, betapa banyak ayat-ayat Allah yang tidak kita sadari, apalagi kita renungi.

Pantas bila Allah berfirman, “Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling darinya.” (QS. Yusuf: 105).

Ya Allah, ampuni kami! Sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang zhalim. Wallahu a’lam.

*) Ust. M. Alimin Mukhtar, penulis adalah pengasuh Yayasan Pendidikan Integral (YPI) Ar Rohmah Pondok Pesantren Hidayatullah Batu, Malang, Jawa Timur.