Pesan Mading yang Bikin Merinding

Iklan Semua Halaman

Pesan Mading yang Bikin Merinding

Mahmud Thorif
Rabu, 23 Maret 2022


Dikutip dari https://retizen.republika.co.id Blog Netizen Republika yang ditulis oleh Khairul Hibri, Dosen STAIL Surabaya Jawa Timur.

Sorot mata ane langsung tertuju ke etalase majalah dinding (mading), yang menggantung di atas dinding asarama, sebelah timur masjid, Pondok Pesantren Hidayatullah Jogjakarta.

Ane yang pagi itu baru datang dari luar pondok, untuk meniknati suasana persawahan dan pemandangan elok gunung merapi, terpikat untuk membaca.

Dalam hati berkata; "Kayaknya, ini mading yang menjadi cikal-bakal lahirnya majalah al-Fatih, karya santri-santri Hidayatullah, Jogjakarta."

Informasi tentang sejarah penerbitan majalah itu sendiri, ane banyak tahu dari bang Bambang (alumni yang sekarang kuliah di STAI Luqman al-Hakim, Surabaya), dan juga tulisan-tulisan yang diposting oleh gurunda Syaiful Anshor, yang notabene guru yang berada di belakang penerbitan majalah itu.

Ane sendiri berdecak kagum dengan kualitas dan proses penerbitan majalah itu. Meski dikelola oleh siswa, soal kualitas, luar biasa. Betapa, siswa-siswa itu berani mewawancarai tokoh-tokoh nasional, semisal ustadz Felix Siauw, untuk diangkat di majalah.

Bukti lain akan keren kualitas majalah dan individu yang menggarap media ini. Sedikitnya dua 'alumni'-nya kini benar-benar menggeluti dunia jurnalistik secara profesional, dengan bergabung ke majalah Islam ternama; Suara Hidayatullah. Karya-karya literasi yang penuh gizi keduanya bisa dinikmati di media yang terbitnya bulanan ini.

Kembali ke mading tadi itu. Selain ingin membuktikan dugaan, ane pun kepo akan tema, tekhnik, dan kualitas kepenulisan mading itu.

Oh, ternyata tulisannya menggunakan pulpen. Bukan diketik komputer. Nuansa originalnya sangat kental. Meski demikian, cukup tertata dengan rapi. Selain karena tulisan tangannya cukup bagus, antar paragrap diberi jarak, juga huruf pembuka paragrap dibesarkan dan dipertebal, terutama di rubrik 'Opini.' Jadi ringan mata memandang.

'Menu-menu' yang disajikan di mading itu pun beragam. Ada opini, sastra (cerpen), kisah salafush sholih, humor (edukatif), dan beberapa yang lain.

Dari sekian rubrik itu, ane tertarik memulai membaca 'Opini.' Sengaja, karena ingin tahu kontruksi bernalar remaja-remaja usia mereka. Sudah sistem matis atau belum? Behujjah ilmiah atau bernafsu berhujat (seperti yang berseliweran di medsos).

Setelah ane baca, jujur, ane kagum dengan kualitas tulisan opini itu. Dibangun atas nalar yang sistematis, dengan mengedepankan beberapa pertanyaan-pertanyaan, selanjutnya dijawab dengan menyodorkan fakta-kata yang di soal (dalam penetilian/skripsi disebut 'rumusan masalah), pada bagian akhir, disajikan solusi yang sangat solutif dan praktis.

Tema utama yang diangkat dalam tulisan itu; bagaimana menjaga pensantren tetap maju dan berkembang, baik secara kualitas dan kuantitasnya.

Fokus ke solusi yang diajukan. Penulis mengusulkan; perlunya setiap individu (warga pesantren) membangun sebuah mindset 'we need a big change,' Mulai dari tingkat terbawah (satpam/OB/tukang masak), sampai tertinggi, pengurus yayasan.

Poin intinya, bagaimana setiap warga, beritekat dan bertekat menjalankan amanah sebaik-baik mungkin. Berikan yang terbaik. Satpam menyambut tamu dengan tulus, senyum, ramah, sehingga tamu yang datang merasa senang. Santri belajar yang serius sehingga terus berprestasi. Guru tak berhenti berinovasi sehingga menemukan gagasan-gagasan baru yang akan diajarkan kepada murid, dan seterusnya.

Solusi lain, perlunya mengadakan perbaikan sistem pendidikan. Disesuaikan dengan karakter perkembangan anak didik kekinian. Sebab, menurut penulis dengan mengutip pernyataan Ali bin Abi Tholib; "Ajarilah anak-anakmu sesuai zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka, bukan di zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan di zamannya. Sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian."

Dengan pendekatan ini, para murid pun akan belajar dengan nyaman, karena kesesuaian sistem pembelajaran yang diterapkan.

Terakhir solusi yang dikedepankan, tidak menanggalkan keterlibatan Allah dalam membangun pesantren yang berkualitas. Caranya, teruslah bermunajat kepada-Nya agar diberi kemudahan.

Selesai membaca tulisan itu, ane berandai, kirañya generasi muda memiliki pemikiran yang konstruktif semisal ini. Kemudian semangat juga dalam mewujudkan gagasan-gagasannya, rasa-rasanya perbaikan-perbaikan di segala lini kehidupan manusia akan terjadi.

Sejarah mencatat, pemuda lah yang selalu menjadi inisiator perubahan zaman. Dan itu semua dimulai dari GAGASAN yang bersumber dari PEMIKIRAN, kemudian DINARASIKAN sehingga semua komponen memahami IDE-IDE YANG DITUANGKAN akhirnya tercerahkan dan tergerak. Kemudian setelah itu barulah EKSEKUSI segera dan bersungguh-sungguh.

Menurut pandangan subjektivitas, inilah tipelogi 100 pemuda pengguncang dunia, yang dinarasikan bapak proklamator Indonesia; Ir. Soekarno itu.

Mereka bukan piawai delam bergagas. Ulung dalam berorasi. Tapi juga sigap dan penuh semangat dalam aplikasi.

Semoga, akan keluar dari rahim pendidikan Hidayatullah Jogjakarta, dan pondok-pondok Hidayatullah lainnya (dan pondok-pondok pada umumnya), bibit-bibit pemuda yang akan melakukan perbaikan-perbaikan di atas dunia,sesuai dengan kapasitas yang dimiliki. Aamiin...

Sumber : retizen.republika.co.id