DALAM sebuah riwayat menyebutkan bahwa suatu malam Fir’aun bermimpi melihat api yang datang dari Baitul Maqdis menuju Mesir. Api kemudian membakar rumah-rumah Qibti (orang Mesir asli), sedangkan rumah-rumah Bani Israil tidak tersentuh api sama sekali.
Mimpi ini ditafsirkan bahwa kekuasaan Fir’aun akan tumbang di tangan seorang laki-laki dari Bani Israil. Riwayat lain mengatakan bahwa Bani Israil berbincang-bincang bahwa mereka berharap akan ada seorang laki-laki dari kalangan mereka yang akan memimpin mereka untuk membentuk sebuah kekuatan yang bisa menumbangkan Fir’aun.
Mendengar hal itu, Fir’aun memerintahkan tentaranya untuk membunuh setiap anak laki-laki yang lahir dari kalangan Bani Israil dan membiarkan anak perempuan tetap hidup.
Asal Usul Fir’aun
Fir’aun adalah sebutan setiap penguasa Mesir pada waktu itu, sebagaimana sebutan Kisra untuk setiap Penguasa Persia, Kaisar untuk setiap Penguasa Romawi, Najasyi untuk setiap penguasa Habasyah, Tubba’ untuk setiap penguasa Yaman, Batlimus untuk setiap Penguasa India. Adapun nama Fir’aun di masa Nabi Musa adalah: al-Walid bin Mush’ab bin ar-Rayyan atau al-Walid bin ar-Rayyan yang berasal dari Bani Amliq bin Wilad bin Iram bin Sam bin Nuh.
Ada pertanyaan mengapa penguasa Mesir pada masa Nabi Yusuf tidak disebut Fir’aun?
Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa penguasa Mesir pada masa Nabi Yusuf disebut “al-Malik” (Raja) tidak disebut Fir’aun, karena kedua Penguasa ini berbeda asal daerahnya. Penguasa Mesir pada masa Nabi Yusuf berasal dari Mesir Pesisir, sehingga mudah untuk menerima perubahan.
Sedang Fir’aun pada masa Nabi Musa berasal dari pedalaman Mesir, yang mempunyai watak dan karakter keras dan kolot, tidak mudah menerima orang-orang dari luar kalangan mereka. Dari keterangan di atas, dipahami kenapa penguasa (Raja) Mesir pada masa Nabi Yusuf percaya kepada Nabi Yusuf dan mengikuti Agama Nabi Yusuf (Islam) kemudian diikuti oleh rakyatnya.
Berbeda dengan penguasa Mesir masa Nabi Musa, yaitu Fir’aun yang tidak mau menerima dakwah Nabi Musa walaupun sudah di datangkan berbagai mukjizat di hadapannya.
Keluarga Fir’aun
Al-Quran Allah secara khusus menyinggung masalah Firaun di dalam Surat Al-Baqarah ayat 49:
وَإِذۡ نَجَّيۡنَٰكُم مِّنۡ ءَالِ فِرۡعَوۡنَ يَسُومُونَكُمۡ سُوٓءَ ٱلۡعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبۡنَآءَكُمۡ وَيَسۡتَحۡيُونَ نِسَآءَكُمۡۚ وَفِي ذَٰلِكُم بَلَآءٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِيمٞ
“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya; mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (QS: al-Baqarah {2} : 49)
Pada ayat tersebut disebut (الِ فِرۡعَوۡنَ) atau sering diartikan keluarga Fir’aun. Apa sebenarnya arti (الَ )?
Bahwa (الَ ) artinya adalah kaum dan pengikut agamanya, termasuk di dalamnya keluarga atau kerabatnya. Kalau disebut Ali Fir’aun berarti keluarga, pengikut, tentaranya yang mendukung dan membela, dan mereka satu agama dengannya.
Begitu juga Ali Muhammad berarti keluarga, pengikut, pembela dan pendukungnya yang mengikuti ajaran dan agama Nabi Muhammad ﷺ makna di atas berlaku untuk penyebutan Ali Ibrahim dan Ali Imran sebagian mengatakan bahwa Ali (الَ) artinya keluarga dan kerabat.
Pendapat ini kurang tepat, karena Abu Lahab dan Abu Jahal bukan termasuk Ali Muhammad, walaupun mereka berdua masih ada hubungan kerabat dengan Nabi Muhammad ﷺ. Begitu juga anak Nabi Nuh yang kafir (Kan’an) tidak disebut Ali (keluarga) Nabi Nuh, karena kekafirannya. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman :
قَالَ يٰنُوْحُ اِنَّهٗ لَيْسَ مِنْ اَهْلِكَ ۚاِنَّهٗ عَمَلٌ غَيْرُ صَالِحٍ فَلَا تَسْـَٔلْنِ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنِّيْٓ اَعِظُكَ اَنْ تَكُوْنَ مِنَ الْجٰهِلِيْنَ
“Dia (Allah) berfirman, “Wahai Nuh! Sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh.” (QS: Hud {11} : 46).
Hal ini dikuatkan dengan kisah Asiah binti Muzahim Istri Fir’aun yang menjadi pengikut Nabi Musa dan beriman kepadanya. Beliau tidak termasuk (Ali Fir’aun) karena tidak mau menjadi pengikut Fir’aun bahkan menentangnya, karena keimanannya ini beliau disiksa dan dibunuh oleh Fir’aun.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman memuji keteguhannya didalam mempertahankan keyakinannya :
وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا لِّلَّذِيْنَ اٰمَنُوا امْرَاَتَ فِرْعَوْنَۘ اِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِيْ عِنْدَكَ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ وَنَجِّنِيْ مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهٖ وَنَجِّنِيْ مِنَ الْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَۙ
“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Fir‘aun, ketika dia berkata, “Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam Surga dan selamatkanlah aku dari Fir‘aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim.” (QS: at-Tahrim {66} : 11)
Adapun keluarga Nabi Muhammad seperti istri-istri dan anak-anak serta cucu-cucu beliau yang masih istiqamah memegang teguh ajarannya, tentunya masuk terlebih dahulu dalam makna Ali ( الَ ) Muhammad.
Di antara dalil bahwa makna (الَ) adalah pengikut ajarannya dan pendukung nya adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
(a) Firman Allah Subhanahu wa ta’ala :
وَاِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَاَنْجَيْنٰكُمْ وَاَغْرَقْنَآ اٰلَ فِرْعَوْنَ وَاَنْتُمْ تَنْظُرُوْنَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami membelah laut untukmu, sehingga kamu dapat Kami selamatkan dan Kami tenggelamkan (Fir‘aun dan) pengikut-pengikut Fir‘aun, sedang kamu menyaksikan.” (QS: al-Baqarah {2} : 50).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Ali Fir’aun ditenggelamkan oleh Allah di laut.
(b) Firman Allah Subhanahuwa ta’ala :
لنَّارُ يُعْرَضُوْنَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَّعَشِيًّا ۚوَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ ۗ اَدْخِلُوْٓا اٰلَ فِرْعَوْنَ اَشَدَّ الْعَذَابِ
“Kepada mereka diperlihatkan neraka, pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Lalu kepada malaikat diperintahkan), “Masukkanlah Fir‘aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras!” (QS:. Ghafir {40} : 46).
Ayat di atas menunjukkan bahwa Ali Fir’aun pada hari kiamat dimasukkan ke dalam api neraka.
Jika terdapat Ali Fir’aun (pengikut Fir’aun) secara lahir, tetapi hakikatnya dia bukan pengikut Fir’aun, karena dia beriman secara diam diam, maka disebut juga bagian (Ali Fir’aun) tapi diberi catatan bahwa dia menyembunyikan imannya.
Kasus diatas terdapat dalam firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌۖ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ اِيْمَانَهٗٓ اَتَقْتُلُوْنَ رَجُلًا اَنْ يَّقُوْلَ رَبِّيَ اللّٰهُ وَقَدْ جَاۤءَكُمْ بِالْبَيِّنٰتِ مِنْ رَّبِّكُمْ ۗوَاِنْ يَّكُ كَاذِبًا فَعَلَيْهِ كَذِبُهٗ ۚوَاِنْ يَّكُ صَادِقًا يُّصِبْكُمْ بَعْضُ الَّذِيْ يَعِدُكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يَهْدِيْ مَنْ هُوَ
مُسْرِفٌ كَذَّابٌ
“Dan seseorang yang beriman di antara keluarga Fir‘aun yang menyembunyikan imannya berkata, “Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, “Tuhanku adalah Allah,” padahal sungguh, dia telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu. Dan jika dia seorang pendusta maka dialah yang akan menanggung (dosa) dustanya itu; dan jika dia seorang yang benar, nis-caya sebagian (bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang melampaui batas dan pendusta.” (QS: Ghafir {40} : 28).
Makna Al-Bala’
Ayat 49 dari Surat al-Baqarah ini ditutup dengan firman-Nya :
وَفِي ذَٰلِكُم بَلَآءٞ مِّن رَّبِّكُمۡ عَظِيمٞ
“Dan pada yang demikian itu terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Tuhanmu.” (QS: al-Baqarah {2} : 49).
Para ulama berbeda pendapat dalam menafsirkan ( بَلَآءٞ ) pada ayat di atas.
(a) Pendapat pertama, mengatakan bahwa makna ( بَلَآءٞ ) pada ayat di atas adalah nikmat. Maksudnya bahwa pertolongan Allah kepada Bani Israil dari kekejaman Fir’aun dan tentaranya yang membunuh anak laki-laki dan membiarkan hidup anak anak perempuan adalah nikmat Allah yang sangat besar kepada Bani Israil yang wajib diingat dan disyukuri.
Salah satu dalil yang mendukung pendapat ini adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
فَلَمْ تَقْتُلُوْهُمْ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ قَتَلَهُمْۖ وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ رَمٰىۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِيْنَ مِنْهُ بَلَاۤءً حَسَنًاۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
“Maka (sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, melainkan Allah yang membunuh mereka, dan bukan engkau yang melempar ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS: al-Anfal {8} : 17)
(b) Pendapat kedua, mengatakan bahwa makna ( بَلَآءٞ ) pada ayat diatas adalah musibah atau sesuatu yang dibenci oleh orang atau suatu kejelekan, maksudnya bahwa kekejaman Fir’aun yang membunuh setiap anak laki-laki adalah musibah besar yang Allah timpakan kepada kalian.
Dua penafsiran di atas semua bisa dibenarkan karena makna ( بَلَآءٞ ) itu sendiri mencakup dua hal kebaikan dan keburukan. Ini sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۗوَاِلَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.” (QS: al-Anbiya {21} : 35)
Ini dikuatkan dengan firman Allah Subhanahu wa ta’ala:
وَقَطَّعْنٰهُمْ فِى الْاَرْضِ اُمَمًاۚ مِنْهُمُ الصّٰلِحُوْنَ وَمِنْهُمْ دُوْنَ ذٰلِكَ ۖوَبَلَوْنٰهُمْ بِالْحَسَنٰتِ وَالسَّيِّاٰتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Dan Kami pecahkan mereka di dunia ini menjadi beberapa golongan; di antaranya ada orang-orang yang saleh dan ada yang tidak demikian. Dan Kami uji mereka dengan (nikmat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).” (Qs. al-Araf {7} : 168). Wallahu’alam.*/Dr A Zain an-Najah, Pusat Kajian Fiqih Indonesia (PUSKAFI)
Rep: Ahmad
Sumber : www.hidayatullah.com