Faktor Islam dalam Pilpres Indonesia 2024

Iklan Semua Halaman

Faktor Islam dalam Pilpres Indonesia 2024

Mahmud Thorif
Senin, 05 Juli 2021


Oleh: Dr. Adian Husaini

www.hidayatullahsleman.org | TAHUN 2024 masih lama. Periode kedua masa jabatan Presiden Jokowi (2019-2024), belum berjalan setengahnya. Tapi, pembicaraan tentang presiden RI tahun 2024-2029 sudah bermunculan. Sejumlah Lembaga survei pun mulai beraksi, mengelar aneka survei.

Salah satu survei yang dipublikasikan pada awal Juni 2021, menyebutkan, bahwa  Prabowo Subianto unggul dalam survei calon presiden 2024. Posisi berikutnya adalah Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Prabowo memperoleh elektabilitas 18,3 persen.

Persentase tersebut menurun dibandingkan survei serupa yang dilakukan lembaga yang sama (Parameter Politik Indonesia) pada Februari 2021. Kala itu, Prabowo Subianto meraih 22,1 persen suara responden. Ganjar tetap berada di posisi kedua dengan elektabilitas 16,5 persen. Angka itu meningkat sekitar 2,9 persen dari hasil survei sebelumnya, yakni 13,9 persen.

Elektabilitas Anies yang menempati posisi ketiga juga meningkat dari 14,6 persen menjadi 15,1 persen. Nama-nama lain yang juga muncul dalam survei ini adalah Agus Harimurti Yudhoyono (7 persen), Ridwan Kamil (6 persen), Tri Rismaharini (5,5 persen), Sandiaga Salahuddin Uno (5,4 persen), Jusuf Kalla (2,8 persen), Khofifah Indar Parawansa (2 persen), Basuki Tjahaja Purnama (1,8 persen), Gatot Nurmantyo (1,8 persen), Puan Maharani (1,7 persen), Erick Thohir (1,3 persen), Mahfud MD (1,2 persen), serta Abdul Somad (1,1 persen). Sementara itu, sekitar 12,3 persen memilih untuk tidak menjawab.

Margin di antara Prabowo, Ganjar, dan Anies pun semakin tipis ketika responden diminta memilih salah satu di antara mereka apabila Pilpres dilakukan saat ini. Prabowo mendapatkan 24,8 persen suara responden, Ganjar dengan 22,1 persen, dan Anies dengan 20,9 persen. Sekitar 32,2 persen suara menyatakan masih ragu atau tidak menjawab. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210605163716-32-650758/survei-capres-2024-prabowo-teratas-ganjar-anies-menyusul)

Menyimak berbagai hasil survei tentang capres Indonesia 2024-2029, saat ini sudah beredar banyak prediksi dan analisis tentang rencana koalisi sejumlah partai politik. Salah satu prediksi, Prabowo akan berpasangan dengan Puan Maharani. Tentu saja, Anies dan Ganjar harus menunggu kesediaan partai politik untuk memberikan tiket capres. Tapi, sejumlah kasak-kusuk sudah beredar.

Menyimak ketiga tokoh yang menempati posisi tertinggi, tampak ketiganya memiliki kedekatan dengan tokoh-tokoh Islam. Anies Baswedan bahkan memiliki basis sejarah keislaman yang kuat, baik dari keluarga maupun aktivitas keorganisasian. Terpilihnya Anies Baswedan sebagai gubernur DKI Jakarta juga terkait erat dengan kuatnya aspirasi tokoh dan umat Islam di Jakarta dan seluruh Indonesia.

Menyimak track-record ketiga tokoh itu, tampaknya tahun 2024 tidak akan terjadi persaingan yang tajam seperti pilpres tahun 2014 dan 2019. Bisa diduga, mereka bertiga akan tetap memberikan tempat penting bagi tokoh-tokoh Islam atau ulama-ulama tertentu yang dianggap mampu mendulang suara, seperti yang dilakukan Ganjar Pranowo di Jawa Tengah.

Maklum, para politisi tentu paham betul, bahwa di Indonesia, masalah agama (Islam) tetap memainkan peranan yang penting dalam perpolitikan nasional. Sebuah survei yang dilakukan oleh Pew Research Center menunjukkan, bahwa Indonesia termasuk diantara negara yang paling religius di dunia.

“Indonesians are among the most religious people in the world, a recently released survey from the Pew Research Center says. Nearly all Indonesian respondents (96 percent) surveyed stated that belief in God was necessary to be moral and have good values, revealed the Pew Research Center’s “The Global God Divide” report, published on July 20.” (https://www.thejakartapost.com/news/2020/07/30/indonesia-ranks-among-most-religious-countries-in-pew-study.html).

Tengoklah kembali lima pasangan capres-cawapres yang merupakan paduan antara tokoh-tokoh Islam dan nasionalis/kebangsaan dalam pilpres 2004. Kelima pasangan itu adalah: Amien Rais-Siswono Yudhohusodo, Wiranto-Shalahuddin Wahid, Susilo Bambang Yudhoyono-Yusuf Kalla, Megawati-Hasyim Muzadi, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar,  semuanya Muslim.

Salah satu pasangan itu berasal dari kalangan tokoh-tokoh organisasi Islam. Tentu, semua paham, bahwa agama adalah komoditas politik yang sangat penting untuk meraih dukungan. Hal seperti ini biasa terjadi di dunia politik.

Ariel Sharon, politisi sayap kanan Yahudi sekuler, manggalang dukungan Yahudi ortodoks dengan mengangkat isu hak teologis-historis Yahudi atas Temple Mount. Theodore Herzl, seorang tokoh Yahudi sekular, mengeksploitasi ayat-ayat dalam Bible tentang hak historis-teologis bangsa Yahudi atas “The Promised Land” untuk memberikan legitimasi gerakan Zionis.

George W. Bush, meraih dukungan kuat dari kalangan New Christian Right, melalui pencitraannya sebagai “orang Kristen yang lahir kembali” (reborn Christian). Ketika ditanya, siapa filosof favoritnya, Bush menjawab, “Jesus Kristus”.

Bisa diduga, para capres/wapres nanti pun sibuk menggalang dukungan rakyat Indonesia yang mayoritasnya Muslim. Apakah nanti para capres/wapres benar-benar berniat melaksanakan ajaran Islam dalam diri, keluarga, partai, atau bangsa Indonesia? Jawabnya: kita lihat saja nanti!

Dalam rumus politik sekular, suara rakyat adalah suara “Tuhan”, vox populi vox dei. Rakyat dipandang sebagai sumber kebanaran, bukan wahyu Tuhan. Maka, tidaklah aneh, jika para politisi sekular, akan lebih menghitung dukungan rakyat, ketimbang kebenaran wahyu. Para politisi demokrat di AS dan Belanda, misalnya, harus menyatakan dukungannya kepada praktik homoseksualitas, karena banyak rakyat yang sudah hobi dengan maksiat itu.

Untuk meraih dukungan rakyat yang berbagai macam inilah, tidak jarang ada politisi yang mencoba menyenangkan semua kelompok. Yang penting, di sini senang, di sana senang. Likulli maqaam maqaal. Setiap tempat ada jenis perkataan sendiri.

Kini, bangsa Indonesia sedang menghadapi begitu banyak masalah. Tetapi, masih saja banyak yang berminat jadi Presiden. Dalam kondisi seperti ini, umat Islam perlu memiliki aspirasi dan konsep yang jelas untuk menyelamatkan Indonesia dari krisis dan membawa Indonesia menjadi negara merdeka, berdaulat, adil dan makmur, dalam naungan Ridha Ilahi.

Setelah itu, dicarilah sosok calon presiden yang dinilai paling mampu melaksanakan konsep ideal tersebut. Jangan sampai umat Islam hanya dijadikan sebagai objek pendulang suara, tanpa punya konsep ideal dan tanpa kemampuan untuk mengawal aplikasinya. Wallahu A’lam bish-shawab.*

Kolumnis, Pengasuh PP Attaqwa College (ATCO), Depok, Jawa Barat

Sumber : www.hidayatullah.com