Terima kasih atas doa doa seluruh sahabat seperjuangan di mana saja berada. Doanya sangat luar biasa, saya hanya berserah diri kepada-Nya.
Ya Allah, hambamu yang dhoif ikhlas atas ketentuan-Mu yang terbaik, semoga Engkau tetapkan hamba dalam Iman dan Islam hingga kami bertemu dengan-Mu. Doa doa kami akhir ini. Salam ukhuwah untuk semuanya. Allahu Akbar.
Mentari pagi semoga segera terbit, menyambut terangnya cahaya Islam yang sempurna. Terkhusus ikhwan dai Sumatera Selatan, yang saya rindukan, semoga kita bisa bisa kembali bersama.
Sabatmu, Sriyono
BEGITULAH pesan Whatsapp yang diterima oleh Ketua Dewan Pengusus Daerah (DPD) Hidayatullah Langkat, Medan, Sumatera Utara, Ust. Muhammad Faris.
Pesan itu dikirim oleh Ustadz Sriyono tepat pukul 10.00 WIB dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibonong, Bogor, Jawa Barat, Selasa, 2 Muharam 1446 (8/7/2024).
Ditengah keterbatasan yang ada, Ustadz Sriyono tak henti berikhtiar untuk sembuh dari sakit kanker orofaringeal yang diidapnya. Rawat inap hampir sepekan di RSUD Cibonong ITU merupakan rangkaian dari upaya yang sudah dijalaninya selama sekitar 5 bulan terakhir.
Sebelumnya, ia sempat menjalani pemeriksaan dan perawatan rutin di RSUD Siti Fatimah Az-Zahra, Palembang, Sumatera Selatan. Namun, belum ada kemajuan yang berarti.
Ia akhirnya memutuskan untuk menjalani terapi di Pulau Jawa yang dibersamai sang istri, Siti Solekhah, yang selalu setia menemani.
Sementara ia dirawat oleh anaknya, Syaiful Amri Yahya, yang tinggal di sebuah kontrakan sederhana di Kota Depok, Jawa Barat. Selain di rumah sakit, Ustadz Sriyono juga bermujadahah lewat pengobatan terapi sengat lebah.
Dari dokter RSUD Cibonong yang menangani, Ustadz Sriyono akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta. Namun, jadwal dan antrian di rumah sakit ini cukup panjang. Tindakan magnetic resonance imaging (MRI) beliau dijadwalkan baru pada akhir bulan September.
Kondisi kesehatan Ustadz Sriyono sudah semakin menurun. Dalam kondisi kalut karena melihat kondisi sang ayah yang semakin memburuk, Syaiful Amri Yahya tiba tba dihubungi lembaga sosial kesehatan Rufaidah Humanity Care (RHC) bersama Dompet Dhuafa atas rekomendasi Jefrin Zai, meminta Ustadz Sriyono dibawa ke RSUD Kota Tangerang.
Ustadz Sriyono sempat mendapatkan waktu untuk konsultasi dengan dokter bedah onkologi yang biasa menangani pasien kanker RHC. Rencana awal pemeriksaan rontgen MRI dengan kontras untuk menentukan rangkaian pengobatan yang lainnya.
Namun, Allah Ta’ala rupanya berkehendak lain. Setelah sekitar dua hari menjalani perawatan intensif, Ustadz Sriyono meninggal dunia dengan tenang di RSUD Kota Tangerang sekitar pukul 11:00 WIB pada hari Selasa, 17 Muharam 1446 (23/72025).
Wafatnya dai tangguh yang dikenal spesialis perintis pendidikan ini menyisakan duka mendalam tidak saja untuk istri, anak, dan sanak famili, tetapi juga bagi para murid, kerabat, sahabat, orang orang yang mengenalnya.
Seorang perawat yang juga pegiat sosial Diksi Hera Berliana yang baru menganal almarhum pun mengungkapkan rasa kehilangan akan sosok yang selalu bersemangat ini. Diksi Hera pun ikut mendampingi dan duduk di hadapan almarhum di saat saat kritisnya.
“Yang terbayang hanya kebaikan kebaikan beliau saat dalam keadaan sehat. Dan mencoba membayangkan bagaimana perjuangan beliau mengajar santri santri di pelosok. Meskipun tidak pernah mengenalnya, tapi saya merasa sudah mengenal beliau lama.” kata Diksi Hera yang juga relawan dari RHC ini.
Kenangan Sang Murid
Banyak kenangan yang dirasakan sahabat sahabatnya selama kebersamaan mereka dengan Ustadz Sriyono, tak terkecuali para anak murid yang pernah merasakan kehangatan didikan almarhum yang penuh dedikasi dan totalitas.
Seperti diingat betul oleh Jefrin Zai, salah satu alumni MTS Pondok Pesantren Hidayatullah Pulau Nias. Pesantren ini terbilang masuk ke pelosok yang berada di Pelud Binaka, Binaka, Gunungsitoli.
Masih segar betul dalam kenangan Jefrin bagaimana kesugguhan almarhum dalam membina dan mendidik anak anaknya tentang Islam, aqidah, akhlak, dan juga dengan keteladanan.
“Selama di pondok keseharian beliau mengajar mata pelajaran formal dan non formal. Pagi sampai siang mengajar di sekolah, malam harinya mengajarkan ilmu agama,” kata Jefrin yang tinggal di Jakarta ini.
Ustadz muda ini mengenang almarhum sebagai sosok yang tak kenal lelah. Hal itu ia saksikan dikala Ustadz Sriyono harus membangangu pendidikan. Ia datang ke Nias bersama istrinya. Saat itu, belum ada rekan yang bisa membantu. Sementara, ada pendidikan SMP dengan 24 santrinya yang harus tetap berjalan.
Jefrin juga menyaksikan bagaimamana almarhum kadang langsung turun kelapangan menjumpai donatur, untuk menutupi kebutuhan santrinya.
“Sosok Ustadz Sriyono penyayang dan selama di pondok tidak pernah marah ke santrinya, selalu memberikan motivasi ke santri agar menjadi anak yang shaleh dan berbakti kepada kedua orangtua dan ke semua orang,” kata pria asal Medan ini.
Kehilangan Sosok Pejuang
Rasa kehilangan juga sangat dirasakan oleh rekan rekan almarhum, salah satunya adalah Ustadz Lukman Hakim. Keduanya merupakan sahabat dekat dan pernah sama sama bertugas di Sumatera Utara dan terakhir di DPW Sumatera Selatan. Lukman Hakim sebagai ketua dan Sriyono mendampinginya sebagai sekretaris.
Lukman Hakim mengenal Ustadz Sriyono sejak tahun 2004 yang ketika itu mereka sama sama sebagai Kepala Sekolah Hidayatullah. Saat itu, Sriyono bertugas di Dumai dan Lukman di Bengkulu.
“Hampir tiap tahun ketemu di event pendidikan nasional Hidayatullah. Waktu itu beliau aktif merintis pendidikan di Pesantren Hidayatullah Dumai,” kata Lukman dalam obrolan dengan media ini.
Bahkan, almarhum masih sempat mengikuti Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pendidikan Hidayatullah tahun 2024 yang digelar selama 2 hari di Kampus Utama Pondok Pesantren Hidayatullah Depok, Jawa Barat, Sabtu-Ahad, 7-8 Sya’ban 1445 (17-18/2/2024).
Saat Ustadz Sriyono ditugaskan ke Nias, ia memfokuskan waktunya di sini untuk mengembangkan pendidikan sambil terus aktif berkeliling memenuhi panggilan mengajar mengaji dan mengisi majelis taklim.
Pada saat Musyawarah Wilayah (Muswil) Sumut di tahun 2015, Lukman ditunjuk sebagai ketua dan Sriyono sebagai sekretaris. Karena mendiang ditunjuk sebagai sekretaris, maka Sriyono harus pindah dari Pulau Nias ke kota Medan.
“Ketika ini saya sangat dekat dengan Ustadz Sriyono. Layaknya sahabat akrab kemana mana selalu beliau mendampingi saya. Walaupun secara usia beliau lebih tua sembilan tahun dari saya. Tapi saya katakan, Ustadz Yono adalah sahabat yang baik dan setia,” katanya.
Lukman pun mengakui kelebihan yang dimiliki Ustadz Sriyono. Sebagai orang yang pernah duduk di bangku kuliah di IKIP Yogyakarta, menurut Lukman, sosok Sriyono amat menonjol termasuk dalam rapat atau diskusi baik formal maupun non formal selalu ada gagasan segar darinya.
Ustadz Sriyono sebagai guru mata pelajaran eksak juga punya skill di bidang pertukangan, tak heran banyak hasil hasil rapat yang langsung dia ekseskusi.
“Ketika di Sumut banyak menemani dai dai muda yang sedang merintis pesantren. Dari sinilah banyak kader muda yang merintis pesantren merasa punya orang tua yang ngayomi dan membimbing,” kenang Ustadz Lukman.
Pada tahun 2020, Lukman ditunjuk sebagai ketua DPW Hidayatullah Sumatera Selatan dan diminta untuk menentukan sendiri siapa sekretarisnya.
“Ketika itu, saya langsung terpikir untuk mengajak Ustadz Sriyono ke Sumsel. Ketika saya tanya kesiapannya, beliau langsung jawab siap. Padahal waktu itu beliau habis dilantik sebagai ketua Departemen Perkaderan DPW Sumut,” imbuh Lukman mengenang sahabatnya itu.
Semangat Ustadz Sriyono selalu membara untuk menjalankan tugas. Ia tetap istiqamah tugas mendidik umat dan menjadi teladan di hingga menghembuskan nafas terakhir.
“Insya Allah beliau syahid karena komitmen tugas hingga akhir. Selamat jalan sang pejuang,” tutup Lukman dengan nada bergetar.
Semoga Allah menyayangi alamrhum Ustadz Sriyono, mengampuni seluruh dosa beliau, dan mengumpulkan beliau bersama para Nabi, Rasul, Shiddiqin, Syuhada, dan Shalihin di Jannah Firdaus Tertinggi, Aaamiin. (ybh/hidayatullah.or.id)