Polemik Nikah Beda Agama, MUI Jatim: Bagian dari Proyek Liberalisme dan Deislamisasi

Iklan Semua Halaman

Polemik Nikah Beda Agama, MUI Jatim: Bagian dari Proyek Liberalisme dan Deislamisasi

Mahmud Thorif
Selasa, 08 Maret 2022


Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Ainul Yaqin turut menanggapi polemik pernikahan beda agama baru-baru ini. Ainul Yaqin mengatakan kasus nikah beda agama adalah bagian dari proyek liberalisme.

Dihubungi Hidayatullah.com pada Selasa (8/3/2022), Ainul Yaqin mengatakan dalam keterangan tertulisnya bahwa perkawinan beda agama tak lepas dari gerakan kristenisasi dan proyek deislamisasi.

“Gencarnya wacana perkawinan beda agama mempunyai benang merah dengan gerakan kristenisasi dan proyek deislamisasi,” ungkapnya.

MUI, ujar Ainul, telah lama menanggapi fenomena perkawinan beda agama ini.

“Sekitar tahun 1980-an banyak media massa memberitakan kasus perkawinan beda agama, terutama antara pemeluk Islam dan Kristen. Majelis Ulama Indonesia akhirnya mengeluarkan fatwa tertanggal 1 Juni 1980 yang isinya larangan perkawinan campuran, baik antara wanita muslimah dengan laki-laki non muslim atau sebaliknya,” ungkap Ainul Yaqin.

Ainul mengatakan, bahkan pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab pun dinyatakan haram. Hal itu setelah mempertimbangkan mafsadah-nya yang lebih besar dari maslahah-nya.

“Gencarnya wacana perkawinan beda agama mempunyai benang merah dengan gerakan kristenisasi dan proyek deislamisasi,” ungkapnya.

MUI, ujar Ainul, telah lama menanggapi fenomena perkawinan beda agama ini.

“Sekitar tahun 1980-an banyak media massa memberitakan kasus perkawinan beda agama, terutama antara pemeluk Islam dan Kristen. Majelis Ulama Indonesia akhirnya mengeluarkan fatwa tertanggal 1 Juni 1980 yang isinya larangan perkawinan campuran, baik antara wanita muslimah dengan laki-laki non muslim atau sebaliknya,” ungkap Ainul Yaqin.

Ainul mengatakan, bahkan pernikahan laki-laki muslim dengan perempuan ahli kitab pun dinyatakan haram. Hal itu setelah mempertimbangkan mafsadah-nya yang lebih besar dari maslahah-nya.

MUI, ujar Ainul, kembali mengeluarkan fatwa larangan perkawinan beda agama pada Musyawarah Nasional tahun 2005 dengan fatwa nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005.

“Fatwa ini dikeluarkan untuk mempertegas fatwa sebelumnya dan merupakan jawaban atas opini yang secara gencar digulirkan oleh para aktivis liberal,” paparnya.

Selain nikah beda agama, Ainul juga menyebut proyek dan gerakan liberalisme secara sistimatis berusaha mempengaruhi rumusan kebijakan publik.

“Sebut saja terkait inisiasi RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender (RUU KKG) dan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS). Juga adanya upaya uji materi (judicial riview) terhadap peraturan perundang-undangan, seperti UU No. 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama dan UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,” ungkapnya.

Sebelumnya, masyarakat dihebohkan dengan video viral di media sosial Tiktok yang memperlihatkan prosesi pernikahan dua mempelai berbeda agama. Pernikahan antara wanita Muslim dengan pria Katolik tersebut terjadi di sebuah gereja di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Pasangan tersebut diketahui menerima bimbingan dari konselor pernikahan beda agama, Ahmad Nurcholish. Dia mengatakan pasangan menikah beda agama yang viral itu rutin menjalin komunikasi pernikahan sejak dua tahun lalu dengan dirinya.

Nurcholish juga mengaku pasangan tersebut merupakan pasangan beda agama ke-1.424 yang telah ia bimbing. Di media sosialnya, ia pun banyak mengunggah foto-foto pengantin beda agama.

“Beginilah seharusnya: perbedaan tak (lagi) menjadi penghalang utk mengarungi hidup bersama dan juga bahagia,” tulisnya di Facebook, sebagaimana dikutip Hidayatullah.com Ahad, (6/3/2022).

Sementara, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan pada Selasa (8/3/2022), menegaskan pernikahan beda agama tak sah dalam Islam. Hal itu menanggapi kasus viral perempuan berjilbab yang menikah di gereja tersebut.

“Perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut Qaul Mu’tamad adalah haram dan tidak sah,” ujar Amirsyah.*

Rep: Fida A.
Sumber : www.hidayatullah.com