Oleh: Dr. Adian Husaini
www.hidayatullahsleman.org | DALAM acara Kajian Tafsir Majelis Tabligh Muhammadiyah, Selasa (8 Desember 2020), muncul pertanyaan, bagaimana cara mempersatukan umat Islam? Pertanyaaan seperti ini berulangkali muncul. Persatuan umat menjadi dambaan semua pihak, kecuali yang memang tidak senang dengan kebaikan umat Islam.
Saya menjawab, bahwa persatuan akan terjadi jika ada “magnet” yang menarik umat untuk bersatu. “Magnet” itulah yang perlu diwujudkan. “Magnet” itu adalah ulama pewaris Nabi. Dulu, umat disatukan oleh Rasulullah ﷺ. Maka, umat Islam juga disatukan oleh pewaris beliau, yaitu ulama
Sebagai pewaris Nabi, para ulama itu harus memiliki kriteria kenabian, seperti jujur, amanah, cerdas, dan tak lelah menyampaikan risalah kenabian. Ulama adalah laksana bintang. Dengan ilmu dan akhlaknya, ulama menjadi panutan dan rujukan umat.
Rasulullah ﷺ mengingatkan akan datangnya satu zaman yang penuh dengan fitnah dan banyaknya orang-orang jahil yang memberi fatwa. Beliau bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ
Bahwasanya Allah SWT tidak akan mencabut ilmu dengan sekaligus dari manusia. Tetapi Allah menghilangkan ilmu agama dengan mematikan para ulama. Apabila sudah ditiadakan para ulama, orang banyak akan memilih orang-orang bodoh sebagai pemimpinnya. Apabila pemimpin yang bodoh itu ditanya, mereka akan berfatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. (HR Muslim).
Sepanjang sejarah Islam, para ulama sejati sangat aktif dalam mempertahankan konsep-konsep dasar Islam, mengembangkan ilmu-ilmu Islam, dan menjaganya dari perusakan yang dilakukan oleh ulama-ulama su’, atau ulama jahat. Penyimpangan dalam bidang keilmuan tidak ditolerir sama sekali, dan senantiasa mendapatkan perlawanan yang kuat, secara ilmiah. Sebab, kerusakan ilmu membawa dampak yang sangat serius, yakni kerancuan mana benar dan mana yang salah, mana yang tauhid dan mana yang syirik, mana yang halal dan mana yang haram, dan sebagainya.
Sepeninggal Rasulullah ﷺ, umat Islam ditinggali dua perkara, yang jika keduanya dipegang teguh, maka umat Islam tidak akan tersesat selamanya. Keduanya, yakni, al-Quran dan Sunnah Rasululullah ﷺ.
Tapi, disamping itu, Rasulullah ﷺ juga mewariskan para ulama kepada umat Islam. Ulama adalah pewaris nabi. Ulama-ulamalah yang diamanahkan untuk menjabarkan, mengaktualkan, membimbing, menerangi, dan memimpin umat dalam kehidupan.
Oleh karena itu, salah satu kewajiban umat Islam terpenting saat ini adalah menyusun dan menerapkan sistem pendidikan yang mampu melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas ulama, yang mampu melanjutkan perjuangan menegakkan misi kenabian. Kita berharap, berbagai organisasi Islam terus berusaha keras untuk melahirkan ulama-ulama yang hebat, yang mampu menjadi pemimpin dan teladan bagi masyarakat.
Bisa jadi, program pendidikan ulama unggulan memang memerlukan anggaran yang sangat besar. Sebagai perbandingan, jika untuk mencetak seorang doktor bidang sains dan teknologi di Inggris diperlukan anggaran di atas Rp 1 milyar, maka sepatutnya untuk mencetak seorang ulama unggulan berkualitas internasional, diperlukan anggaran yang lebih besar dari itu.
Jika umat Islam memahami arti penting kehadiran ulama pewaris Nabi, maka anggaran itu insyaAllah bisa dipenuhi. Aneh, jika untuk melaksanakan demonstrasi, konferensi internasional, dan muktamar organisasi bisa dianggarkan puluhan milyar rupiah, tetapi untuk mencetak ulama justru tidak ada anggarannya.
Program pendidikan atau program kaderisasi ulama seyogyanya menjadi salah satu program prioritas dari organisasi Islam, masjid, atau rumah tangga muslim. Jangan sampai ada masjid yang mampu menghimpun dana milyaran rupiah setiap bulannya, mampu membangun berbagai sarana ibadah yang megah, tetapi tidak mampu melahirkan ulama yang menjadi “imam” bagi umat Islam.
Rasulullah ﷺ telah mengamanahkan kepemimpinan umat kepada ulama. Tentu, ulama yang dimaksud di sini adalah ulama yang mampu melanjutkan misi kenabian. Mereka, para ulama itu, disyaratkan mutafaqih fid-din, zuhud, hatinya bersama umat, memahami masalah dan pemikiran kontemporer, dan memiliki kemampuan leadership yang baik.
Karena perjuangan menegakkan risalah kenabian tidak boleh berhenti sampai Kiamat, maka program mewujudkan ulama (Pendidikan Ulama) pun harus terus diadakan. Bahkan, harus menjadi program prioritas perjuangan umat Islam. Program ini harus dikonsep, dilaksanakan, dan dilakukan terus-menerus.
Ulama sejati tidak lahir dari sekolah atau universitas. Ulama sejati lahir dari kancah dinamika umat. Sekolah atau universitas melahirkan calon-calon kader ulama. Para calon kader ulama itu harus dikawal, dilatih, dan “dimanajeri” dengan sungguh-sungguh agar mereka menjadi ulama yang tangguh di kemudian hari.
Itulah cara mempersatukan umat ke depan. Umat bersatu jika ada pemimpin yang mampu mempersatukan. Kewajiban kita sekarang adalah bergotong-royong untuk melahirkan calon-calon pemimpin umat tersebut. Wallahu A’lam bish-shawab. (Depok, 9 Desember 2020).
Penulis Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia.
Sumber : www.hidayatullah.com