Oleh: Asih Subagyo
BERDASARKAN hasil riset World Economy Forum (WEF), 50 persen dari seluruh tenaga kerja dunia perlu melakukan pengembangan keahlian atau reskilling pada 2025. Mengapa demikian, sebab peran manusia akan banyak digantikan oleh mesin alias robot.
Menurut McKinsey, diperkirakan pekerjaan sekarang dapat diotomatisasi sekitar 9% hingga 47%. Selanjutnya sekitar 800 juta pekerjaan manusia di seluruh dunia diprediksi akan digantikan oleh robot pada tahun 2030. Kendatipun demikian, memang tidak semua pekerjaan manusia bakal digantikan oleh mesin.
Dari beberapa penelitian menyimpulkan bahwa sesungghnya kecerdasan yang dimiliki oleh manusia tak bisa digantikan oleh kecanggihan mesin atau robot. Meski di era serba teknologi ini, peran manusia dalam berbagai industri seakan terancam. Namun, keberadaan teknologi yang memungkinkan organisasi bekerja lebih efisien membuat peran manusia memang berpotensi diganti oleh mesin.
Singkatnya, kehadiran mesin dan robot ini membuat khalayak ramai terkesima, kemudian setidaknya menyebankan dua sikap. Pertama, menolak kehadirannya karena menjadi ancaman, dengan berbagai dalih, kemudian menunjukkan sifat inferior.
Kedua, menerimanya karena dianggap bagian dari solusi, seraya menyanjung habis, kepada pembawa mesin dan teknologi robotik itu. Bisa jadi ada sikap lain. Namun setidaknya kedua sikap tersebut sudah membuktikan adanya ketidakpahaman akan sejarah.
Berasal dari Imuwan Muslim
Sebelum Barat dan beberapa negara maju memproduksi berbagai teknologi yang bisa kita gunakan sekarang ini, sesungguhnya peradaban Islam telah unggul, dan melakukan berbagai penemuan. Jika pada tulisan sebelumnya bagaimana Al-Khawarizmi begitu berpengaruh dengan Matematika dan Algoritmanya, demikian halnya tentang mesin dan robotika ini, ilmuwan Islam telah melakukannya sekitar 800 tahun yang lalu.
Nama lengkapnya adalah Abū al-‘Iz Ibn Ismā’īl ibn al-Razāz al-Jazarī (ca. 1136–1206; bahasa Arab: أَبُو اَلْعِزِ بْنُ إسْماعِيلِ بْنُ الرِّزاز الجزري), dikenal dengan Al Jazari, seorang Ilmuwan dari Al-Jazira, Mesopotamia, yang hidup pada abad pertengahan. Ada juga yang mengatakan lahir di Diyarbakir sebuah tempat yang sekarang menjadi Turki bagian tengah-selatan.
Berasal dari Imuwan Muslim
Sebelum Barat dan beberapa negara maju memproduksi berbagai teknologi yang bisa kita gunakan sekarang ini, sesungguhnya peradaban Islam telah unggul, dan melakukan berbagai penemuan. Jika pada tulisan sebelumnya bagaimana Al-Khawarizmi begitu berpengaruh dengan Matematika dan Algoritmanya, demikian halnya tentang mesin dan robotika ini, ilmuwan Islam telah melakukannya sekitar 800 tahun yang lalu.
Nama lengkapnya adalah Abū al-‘Iz Ibn Ismā’īl ibn al-Razāz al-Jazarī (ca. 1136–1206; bahasa Arab: أَبُو اَلْعِزِ بْنُ إسْماعِيلِ بْنُ الرِّزاز الجزري), dikenal dengan Al Jazari, seorang Ilmuwan dari Al-Jazira, Mesopotamia, yang hidup pada abad pertengahan. Ada juga yang mengatakan lahir di Diyarbakir sebuah tempat yang sekarang menjadi Turki bagian tengah-selatan.
Menurut Donald Hill, al-Jazari menggambarkan beberapa kontrol mekanis awal, termasuk “pintu logam besar, kunci kombinasi dan kunci dengan empat baut”. Al-Jazari juga menemukan metode untuk mengendalikan kecepatan putaran roda menggunakan mekanisme escapement.
Salah satu automata humanoid al-Jazari adalah seorang pelayan yang bisa menyajikan air, teh, atau minuman. Minuman itu disimpan dalam tangki dengan reservoir dan setelah tujuh menit, ke dalam cangkir, setelah itu pelayan muncul dari pintu otomatis yang menyajikan minuman.
Al-Jazari juga menemukan robot cuci tangan yang menggabungkan mekanisme flush yang sekarang digunakan di toilet flush modern. Perangkat ini adalah contoh lain dari humanoid automata.
Al-Jazari menemukan jam air yang digerakkan oleh air dan beban. Ini termasuk jam diarahkan dan jam juru tulis bertenaga air portabel, yang tingginya satu meter dan lebar setengah meter. Juru tulis dengan penanya identik dengan jarum jam jam jam modern.
Dari berbagai literatur, di balik kecerdasan dan kepiawaiannya dalam penemuan mekanik dan robotik tersebut, sebagaimana cendekiawan muslim lain di abad pertengahan, Al-Jazari juga ahli dalam ilmu agama seperti fikih. Sebab, para cendekiawan muslim pada waktu itu sebelum belajar Ilmu pengetahuan umum, menyelesaikan al-Qur’an, fikih dan lain sebagainya.
Ibrah
Raghib Al-Sirjani seorang ulama dari Mesir mencatat betapa sangat banyak kontribusi umat Islam terhadap dunia. Melalui karya tulisnya yang berjudul Maa dzā Qaddamal Muslimūna lil ‘Alam (Arab: ماذا قدّم المسلمون للعلم, Apa yang Kaum Muslimin Kontribusikan Kepada Dunia), menjelaskan dengan sangat terang benderang, bagaimana dunia sesungguhnya “berhutang” terhadap umat Islam.
Hal ini menjadi tantangan umat Islam, terutama dunia pendidikan saat ini. Ketertinggalan umat diberbagai aspek kehidupan yang terjadi dewasa ini, bukan untuk disesali, lalu kemudian dijadikan pembenar.
Sebab kita meyakini bahwa Ilmu itu milik Allah ta’ala, tugas kita sebagai hambanya adalah menggalinya, dan melahirkan karya-karya baru demi kemaslahatan umat menuju rahmatan lil ‘alamiin. Sehingga integrasi pendidikan yang memadukan seluruh elemen ilmu pengetahuan itu mutlak dilakukan.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berabad-abad dikuasai umat Islam itu, dan kemudian lepas ke Barat dan negara Timur lainnya, serta terkesan menjauh dari umat Islam ini, mesti direbut kembali. Dengan cara melalui integrasi pendidikan, sebagaimana yang dicontohkan oleh generasi terdahulu. Jika ini bisa terlaksana, maka Islam akan menjadi rumah bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Wallahu a’lam.*
Peneliti di Hidayatullah Institute
Rep: Admin Hidcom
Sumber : www.hidayatullah.com