Waspadai Musuh dalam Selimut di Tubuh Umat

Iklan Semua Halaman

Waspadai Musuh dalam Selimut di Tubuh Umat

Mahmud Thorif
Selasa, 15 Maret 2022


DALAM lintasan sejarah Islam, nama Abdullah bin Saba’ sudah tidak asing lagi. Sepak terjangnya sudah menjadi bagian kelam sejarah Islam.

Aksi-aksinya yang sedemikian kotor telah membuat sebagian umat terjerembab ke jurang kenistaan. la adalah aktor intelektual rentetan kejadian fitnah antara enam tahun terakhir Khilafah Usman bin Affan sampai rentang terakhir Khilafah Ali bin Abi Thalib.

Para sejarawan menyebutnya Ahdatsul Fitan. Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi penduduk Shana’a, Yaman. Ibunya bernama Sauda’ sehingga ia sering dijuluki dengan Ibnu Sauda.

la masuk Islam ketika masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Menantu Rasulullah ﷺ ini menggantikan posisi Khalifah Umar bin Khatab yang dibunuh oleh orang-orang munafik.

Persitiwa tersebut membuat keadaan mencekam dan bergejolak. Namun dengan ketegasan sikap dan kebijaksanaannya, Khalifah Usman mampu mengendalikan keadaan dengan baik.

Roda pemerintah pun kembali aman seperti sediakalah. Bahkan belum lama pemerintahannya, kehidupan masyarakat semakin sejahtera. Kondisi seperti ini telah membuat penganut agama lain banyak yang tertarik masuk Islam.

Salah satu dari mereka adalah seorang pemuda Yahudi dari Yaman bernama Abdullah bin Saba. Hanya saja, tujuan pemuda Yahudi masuk Islam ini tidak dibarengi dengan niat yang ihlas.

la mau menjadi Muslim karena punya tujuan tersembunyi, yaitu kehormatan. Suatu ketika ia minta izin menghadap Khalifah Usman. Setelah bertemu khalifah, ia menyampaikan keinginannya agar diberi kedudukan tinggi di salah satu jabatan terpenting dalam bidang apa saja.

Khalifah menolak permintaanya ini dan berkata “Aku hanya seorang pelayan umat. Aku diangkat menjadi khalifah bukan atas keinginanku, tapi atas kesepakatan para sahabat yang lain.”

Khalifah melanjutkan,”Tidakkah Saudara tahu bahwa jabatan bukanlah kehormatan tetapi amanah. Apakah Saudara sanggup memikul amanah itu sedang Saudara baru saja masuk Islam. Dan lebih dari itu tidak layak sesuatu kedudukan diminta. Allah lah yang memberi atau mencabut jabatan seseorang.”

Mendengar pernyataan ini, Abdullah bin Saba’ kecewa. la yang sudah bersusah payah memeluk Islam dan kemudian menempuh perjalanan yang jauh dengan harapan memperoleh pujian dan jabatan tinggi, ternyata hanya mendapat nasihat dan teguran.

Sejak saat itu ia menyimpan dendam kepada khalifah, umat Islam dan agama Islam. la bertekad menghancurkan umat Islam dan mengacaukan ajaran nya.

Fitnah Abdullah bin Saba’

Merasa harapannya tidak tercapai, mulailah ia merakayasa siasat untuk menjatuhkan pemerintahan Khulafurasyidin ketiga ini. Diantara siasat yang ia jalankan adalah menebar berita bahwa sesungguhnya pewaris dan khalifah yang sah setelah Rasulullah ﷺ adalah Ali bin Abi Thalib.

Dengan demikian, siapapun yang menjadi khalifah saat itu berarti telah merampas kepemimpinan dari pemiliknya yang sah, yaitu Ali bin Abi Thalib. Dengan cara ini ia berharap karakter Khalifah Usman jatuh.

Untuk mewujudkan siasatnya tersebut, ia mengkampanyekan pemikirannya dengan mengunjungi sentral kota-kota di masa itu. Hidupnya selalu berpindah dari satu negeri ke negeri lainnya, dalam rangka menyebarkan dan menyusupkan pemahaman-pemahaman sesatnya.

la pindah dari Hijaz, Bashrah, Kufah, hingga Syam (Suriah). Namun di kota terakhir ini ia tidak berkutik. Penduduk setempat mengusirnya. Lantas ia pergi ke Mesir.

Di negeri inilah ia bisa menyemai pemahaman-pemahaman sesatnya dan berhasil mengelabui sebagian umat sehingga terprovokasi. la melakukan korespondensi dengan orang-orang munafik.

Banyak dari mereka yang terperdaya, kemudian mendukungnya. Abdullah bin Saba’juga berhasil menancapkan semangat untuk memberontak dan tidak taat kepada pemerintahan Khalifah Usman.

la melakukan gerakan propaganda anti-Usman bin ‘Affan radhiyallahu’anhu. Masyarakat dihasut agar menentang pemerintah yang sah saat itu. Sebagian masyarakat terpengaruh dengan hasutan tersebut sehingga mereka membuat sebuah kelompok yang dinamakan Syiah Saba’iyah.

Kelompok Inilah yang pada akhirnya berhasil menggulingkan pemerintahan Usman.

Fitnah dan api kebencian terhadap pemerintah disebar oleh Abdullah bin Saba’, sehingga terjadilah gerakan demonstrasi besar-besaran terhadap pemerintahan Usman. Melalui aksi provokasinya, sebagian umat terpancing untuk melakukan aksi demonstrasi menentang Khalifah Usman bin ‘Affan.

Bahkan mereka melakukan pengepungan di rumah Khalifah Usman. Akhir dari peristiwa pengepungan tersebut, Usman terbunuh saat membaca Al-Qur an.

Disebutkan dalam sejarah bahwa ampanye Abdullah bin Saba’ tidak berhenti di situ.

Detik terakhir Perang Unta (Perang Jamal) yang hampir saja ber akhir di meja diplomasi, antara faksi Ali dan faksi Talhah, Zubair dan Aisyah, gagal karena provokasi pemuda Yahudi ini dan kroninya sehingga terjadi pertumpahan darah diantara kaum muslim sendiri.

Tidak cukup di situ, ia juga membuat sebuah fitnah yang sangat berani dengan berkata, “Sesungguhnya yang menjadi Nabi pilihan Allah adalah Ali bin Abi Thalib. Hanya kebetulan waktu itu malaikat Jibril mengantuk sehingga wahyu Allah diberikan kepada Muhammad yang tidak berhak.”

Mendengar berita ini, sahabat Ali bin Abi Thalib marah.Tatkala beliau diangkat menjadi Khalifah keempat meng gantikan Khalifah Ustman bin Affan, Abdullah bin Saba’ diusir dari Madinah.

Meski sudah diusir oleh Khalifah Ali, namun Yahudi asal Sana’a ini terus meniupkan racunnya ke dalam tubuh kaum muslimin. Satu di antara sekian banyak racun yang ditebar di tubuh umat, yaitu membangkitkan fanatisme buta terhadap keimamahan ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.

Masalah ini bergulir menjadi sebuah aqidah (keyakinan) di kalangan Saba’iyah (para pengikut Abdullah bin Saba’), bahwa keimamahan yang pertama dipegang oleh ‘Ali bin Abi Thalib ra dan berakhir pada Muhammad bin Al Husain Al-Mahdi.  Kalangan Syiah meyakini hal itu sebagai bentuk aqidatu ar raj’ah. (‘Aqa idu Asy-Syi’ah, Asy-Syaikh Mahmud Abdulhamid Al-‘Asqalani, hal 21).

Abil Hasan Ali bin Ahmad bin Hasan Ar-Razihi, dalam kitabnya, Taudhihu An-Naba’ ‘an Mu’assis Asy-Syi’ah Abdillah bin Saba’ baina Aqlam Ahli As-Sunnah wa Asy-Syi’ah wa Ghairihim, mengomentari tentang Yahudi satu ini.

“Secara lahiriah, di hadapan kaum muslimin, dia menampilkan diri sebagai seorang yang bersosok keislaman. Namun sejatinya, apa yang meluncur dari lisan dan per buatannya tak lebih dari seonggok kebid’ahan.”

Abdullah Saba’ Difiktifkan

Keberadaan Abdullah bin Saba’ oleh kalangan Syiah dan tokoh Islam liberal sengaja difiktifkan. Menurut mereka, tokoh satu ini memang sengaja diciptakan oleh musuh-musuh Syiah. Thaha Husain, tokoh Inkar Sunnah Mesir, pernah mengatakan bahwa keberadaan lbnu Saba’ itu hasil rekayasa musuh-musuh Syiah.

Namun argumentasi Thaha ini dijawab oleh para ulama. Hasil kajian ulama menyebutkan bahwa bukan hanya sejarawan Sunni yang mengakui kebaradaan Abdullah bin Saba.

Sejumlah tokoh Syiah yang diakui ketsiqahannya oleh kaum Syiah juga mengakui keberadaan Abdul lah bin Saba. Sa’ad al-Qummi, pakar fikih Syiah abad ke-3, misalnya, malah menyebutkan dengan rinci para pengikut Abdullah bin Saba’, yang dikenal dengan sekte Saba’iyah.

Dalam bukunya, al-Maqalat wa al-Firaq, (hal. 20), al-Qummi menyebutkan, Abdullah bin Saba’ adalah orang yang memunculkan ide untuk mencintai Sayyidina Ali secara berlebihan dan mencaci maki para sahabat Nabi lainnya, khususnya Abu Bakar, Umar, dan Utsman r.a.

Kisah tentang Abdullah bin Saba’ juga dikutip oleh guru besar Syiah, An Nukhbati dan al-Kasyi, yang menyatakan, para pakar ilmu menyebutkan bahwa Abdullah bin Saba’ telah menggambarkan Ali ra. setelah wafatnya Rasulullah ﷺ sebagai Yusya’ bin Nun yang mendapatkan wasiat dari Nabi Musa ‘alaihissalam.*/Bahrul Ulum